06 Februari 2011

ANALISA PELANGGARAN HAM NASIONAL DAN INTERNASIONAL

OLEH : RIFQI K. ANAM

NASIONAL

1.MASALAH HAK NORMATIF BURUH
Jakarta, Komnas HAM -- Pengaduan ke Komnas HAM makin membludak. Setelah menerima pengaduan sekitar 100 anggota Koalisi Penegak Keadilan, hari ini Selasa (21/4) Komnas HAM kembali menerima pengaduan sekitar 30 orang dari Serikat Pekerja (SP) DKB Group, sebuah perusahaan BUMN. Diwakili 10 orang anggotanya, mereka mengadukan tindakan perusahaanya yaitu PT Dok dan Perkapalan Kodja Bahari (Persero) yang telah mengeluarkan surat peringatan I (SP Pertama) kepada anggota SP DKB Group. Surat peringatan tersebut dikeluarkan pihak manajemen perusahaan menyusul aksi damai yang dilakukan serikat pekerja pada tanggal 30 Maret dan 1 April 2009 dalam rangka menuntut hak-hak normatif pekerja dan juga pergantian direksi. Dengan adanya SP I itu maka pekerja tidak bisa naik golongan, tidak naik gaji berkala, pembatalan promosi jabatan, jenjang karir macet, dan lain-lain.
ANALISA
Permasalahan hak normatif buruh menjadi permasalahan yang kerap tidak terselesaikan sehingga buruh menjadi tidak nyaman dalam bekerja, jika kita menyikapi lebih mendalam mengenai hak buruh antara lain :
1. Ada tidaknya serikat pekerja
Serikat pekerja menjadi representasi dari pekerja yang terdapat dalam perusahaan tersebut sehingga harapannya serikat pekerja menjadi penyalur aspirasi para pekerja.
2. apakah ada tindakan perusahaan yang menghalangi aktifitas serikat pekerja
Jika sampai terjadi hal tersebut maka yang terjadi adalah kemacetan dari produksi karena buruh merasa tidak mendapat hak-haknya sesuai dengan kesepakatan, yang bias dilakukan adalah melapor kepada pemerintah.
3. bagaimana sikap pemerintah terhadap permasalahan buruh
jika kemudian pemerintah malah kemudian menganggap bahwa yang menguntungkan adalah pengusaha maka yng terjadi adalah hak-hak buruh terabaikan sehingga buruh melakukan aksi yang bersifat anarkis karena dipandang tidak ada lagi yang mewakili aspirasi buruh di dalam pemerintahan.

2. Masalah hak kekayaan intelektual
JAKARTA – Kasus pelanggaran Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) di Indonesia tidak bisa dipandang sebelah mata. Akibat pelanggaran HaKI tersebut, bukan hanya negara dirugikan puluhan triliun rupiah setiap tahun dan mengancam arus investasi, tetapi Indonesia bisa juga terancam terkena embargo atas produk ekspornya. United States Trade Representative (USTR) pada tahun 2003 masih memasukkan Indonesia dalam daftar utama negara-negara yang memiliki tingkat pelanggaran HaKI tertinggi di dunia. Posisi tersebut sama dengan tahun 2001 dan2002lalu.
Kenapa posisi Indonesia dalam tiga tahun terakhir masih belum beranjak ke posisi yang lebih baik? Apa saja upaya yang telah dan akan dilakukan Pemerintah untuk memperbaiki rating Indonesia dalam hal penanganan kasus pelanggaran HaKI? Berikut wawancara Sinar Harapan dengan Dirjen HaKI Depkeh HAM, Abdul Bari Azed, Kamis (10/7) sore, di Jakarta.
Dulu Indonesia pernah masuk dalam daftar utama negara-negara dengan pelanggaran HaKI tertinggi di dunia, bagaimana posisinya sekarang?Memang kita masih dalam posisi daftar utama pelanggaran hak cipta. USTR memberikan penilaian pada tahun 2003 posisi kita masih dalam daftar itu, tahun lalu juga. Untuk itu kita dikritik belum adanya suatu sistem penghukuman secara nasional yang sama visi di antara para penegak hukum.
ANALISA
Indonesia tidak bias terlepas dari kasus pelanggaran hak kekayaan intelektual bukan karena tidak adanya kebijakan dari pemerintah mengenai Haki, political will dari pemerintah sudah ada, sekarang political action. Untuk itu kita perlu mensinergikan dan meningkatkan kembali koordinasi dan kerjasama di antara aparat yang terkait, terutama aparat di bidang hukum.
Tetapi aksi dari kebijakan ini belum bias terealisasi secara sempurna karena pada dasarnya masyarakat sudah terbiasa dengan sesuatu yang bajakan, kita contohkan saja jika membeli VCD Orisinal akan mengkabiskan dan asekitar Rp.50.000 dibanding dengan harga yang bajakan hanya separuhnya atau bahkan lebih murah. Ini artinya bukan hanya pengedar yang diamankan tetapi bagai mana membangun pola piker masyarakat Indonesia yang lebih sabtun terhadap hak kekayaan intelektual.

INTERNASIONAL
CATATAN TENTANG PELANGGARAN HAM OLEH A.S.
Sejak kejatuhan pemerintahan Taliban di Afganistan, pasukan pimpinan AS telah menangkap dan menahan ribuan orang Afghanistan dan warga negara asing lain di seluruh Afghanistan. Fasilitas penahanan AS yang utama di Afghanistan adalah di pangkalan udara Bagram. CIA juga menahan tahanan yang tak jelas jumlahnya, di pangkalan udara Bagram dan lokasi lain di Afghanistan, termasuk di Kabul. Ada banyak laporan tentang pelanggaran hak asasi manusia oleh personel militer dan intelijen AS di Afghanistan.
Menurut Human Rights Watch, personel militer dan intelijen AS di Afghanistan melakukan sistem interogasi yang meliputi penggunaan deprivasi tidur, deprivasi indera, dan memaksa tahanan untuk duduk atau berdiri dalam posisi yang menyakitkan untuk periode waktu yang lama.. Dalam hal ini, AS telah gagal memberi penjelasan yang cukup atas tuduhan perlakukan buruk terhadap tahanan oleh personel militar dan intelijen AS di Afghanistan.
Human Rights Committee telah mencatat dengan keprihatinan kekuarangan-kekurangan menyangkut kemerdekaan, ketidak-berpihakan, dan efektivitas investigasi menjadi tuduhan penyiksaan dan kekejian, perlakukan atau hukuman yang tidak manusiawi atau merendahkan yang ditimpakan oleh militer dan personel non militer AS atau pekerja kontrak, di fasilitas penahanan di Guantanmo, Afghanistan, Irak, dan lokasi di luar negeri lainnya, dan pada kasus-kasus kematian yang dicurigai di tempat tahanan di salah satu lokasi-lokasi ini. The Committee menyesal AS tidak memberikan informasi cukup menyangkut penuntutan yang dilontarkan, hukuman-hukuman dan reparasi yang dijamin buat korban.
ANALISA
Suatu pelanggaran HAM yang sangat berat malah terjadi peda Negara yang menelorkan gagasan mengenai HAM, ini artinya sebenarnya amerika berkedok pada gagasan yang dia miliki sehingga amerika kemudian bermain dibelakan kedoknya untuk melakukan kejahan terhadap kemanusiaan AS telah secara eksplisit dan sistematik melanggar standar internastional menyangkut perlakukan manusiawi terhadap tahanan yang membawa pada keberatan yang dimunculkan oleh organisasi internasional inter alias Human Rights Commission and Committee Against Torture, menjadi sebuah wacana ketika Indonesia membaiat mengikuti AS dalam hal HAM, demokrasi padahal amerika sendiri telah jelas-jelas sebagai penjahat perang maka bias diibaratkan indonesia belajar menjadi penjahat kecil.. Oleh karena itu apapun yang dilakukan amerika kita harus mewaspadai karena mereka tika mungkin tanpa maksud

ANALISA NEGATIF DAN POSITIF DARI MILLENIUM DEVELOPMENT GOALS (MDGs)

OLEH : RIFQI K. ANAM

Millenium Development Goals (MDG’s)atau tujuan pembangunan millennium adalah upaya untuk memenuhi hak-hak dasar kebutuhanmanusia melalui komitmen bersama antara 189 negara anggota PBB untuk melaksanakan 8 (delapan) tujuan pembangunan, yaitu menanggulangi kemiskinan dan kelaparan, mencapai pendidikan dasar untuk semua, mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, menurunkan angka kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu, memerangi penyebaran HIV/AIDS, malaria dan penyakitmenular lainnya, kelestarian lingkungan hidup, serta membangun kemitraan global dalam pembangunan. Sebagai salah satu anggota PBB, Indonesia memiliki dan ikutmelaksanakan komitmen tersebut dalam upaya untuk mensejahterakan masyarakat. Jawa Tengah sebagai bagian dari negara kesatuan RepublikIndonesia juga ikut serta mendukung komitmen pemerintah tersebut,dengan melaksanakan program dan kegiatan yang bertujuan untuk mencapai target MDG’s.
MDGs sendiri adalah komitmen internasional yang disepakati oleh 189 negara pada pergantian milenium lalu, demi pencapaian 8 tujuan pembangunan pada tahun 2015 yaitu menurunkan angka kemiskinan dan kelaparan, meningkatkan pendidikan dasar, mempromosikan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, menurunkan angka kematian bayi, meningkatkan kesehatan ibu, memerangi HIV/AIDS, malaria, tuberkulosis dan penyakit lainnya, menjamin pelestarian lingkungan dan mengembangkan kerjasama global untuk pembangunan.
Segi positif MDGs antara lain :
1. Perluasan Kesempatan,ditujukan menciptakan kondisi dan lingkungan ekonomi, politik dan sosial yang memungkinkan masyarakat miskin dapat memperoleh kesempatan dalam pemenuhan hak-hak dasar dan peningkatan taraf hidup secara berkelanjutan. Dengan pencapian tujuan bersama harapannya masyarakat Indonesia terbebas dari jurang kemiskinan sehingga pada masa mendatang Indonesia bias berjalan selaras dengan Negara G-8
2. Pemberdayaan Masyarakat, dilakukan untuk mempercepat kelembagaan sosial, politik, ekonomi, dan budaya masyarakat dan memperluas partisipasi masyarakat miskin dalam pengambilan keputusan kebijakan publik yang menjamin kehormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak dasar. Pemberdayaan masyarakat memiliki fungsi yang sangat strategis dalam pembangunan nasional karena pelaksana pembangunan Negara adalah masyarakatnya itu sendiri, maka program pembangunana yang di laksanakan MDGs sangat berguna dalam era millennium ini.
3. Peningkatan Kapasitas, dilakukan untuk pengembangan kemampuan dasar dan kemampuan berusaha masyarakat miskin agar dapat memanfaatkan perkembangan lingkungan. Pengembangan kemampuan dasar dan motivasi berusaha yang terwadahi dalam misalnya PNPM memberikan angin baru memanfaatkan potensi yang ada dalam diri individu dan lingkungan, lingkungan disini terdapat dua artian yaitu lingkungan fisik dan lingkungan social, dalam kali ini saya ketengahkan adalah lingkungan social, ini mennjadi wahana berkreasi dalam pembangunan lingkungan masyarakat yang ada sehingga nantinya masyarakat miskin dapat hidup di atas kaki mereka sendiri.
4. Perlindungan Sosial, dilakukan untuk memberikan perlindungan dan rasa aman bagi kelompok rentan (perempuan kepala rumah tangga,fakir miskin, orang jompo, anak terlantar, kemampuan berbeda (penyandang cacat) dan masyarakat miskin baik laki-laki maupunperempuan yang disebabkan antara lain oleh bencana alam, dampak negatif krisis ekonomi, dan konflik sosial. Perlindungan social sangat penting karna Negara sebenarnya adalah penyantun bagi seluruh masyarakat didalamnya. Fakir miskin, orang jompo merupakan tanggung jawab Negara yang melindungi hak – haknya sehingga program bantuan dalam hal ini harus kita lihat sebagai sesuatu yang baik dan tidak hanya dipandang sebagai strategi politik.
5. Kemitraan Regional, dilakukan untuk pengembangan dan menataulang hubungan dan kerjasama lokal, regional, nasional daninternasional. Dalam era globalisasi sangat sukar kita menemukan Negara yang hidup sendiri. Apa pasal ? karena dalam era modern ini tidak ada satu pun Negara di dunia sanggup memenuhi kebutuhannya sendiri sehingga harus bekerja sama dengan Negara lain untuk sama-sama membangun kesejahteraan bagi penduduknya. Dengan kerja sama visi yang hendak kita capai akan lebih emnjadi sesuatu yang realistis untuk diwujudkan karena dengan bersatu kita menjadi kuat.

Sisi negatif MDGs adalah :
Program MDGs mungkin memang sangat bagus ettapi apakah sudah menjadi suatu bentuk bantuan yang tanpa pamrih ? negara-negara maju mungkin menelorkan gagasan MDGs tetapi bagai mana dengan utang negara-negara miskin ? tetap, mereka tetap terlilit utang karna program MDGs ini hanyalah serupa dengan menggemukkan domba yang nanatinya akan diambil dagingnya juga.
Misalnya, komitmen untuk meringankan beban negara miskin karena jeratan utang dengan skema penghapusan utang juga tak sepenuhnya terealisasi. Sepanjang 8 tahun komitmen global MDGs, belum terlihat inisiatif signifikan dari negara-negara maju melakukan upaya penghapusan utang tanpa syarat pada negara miskin. Laporan ini hanya menyajikan inisiatif-inisiatif penghapusan utang yang dipelopori oleh lembaga keuangan internasional melalui skema Paris Club, HIPC (Heavily Indebted Poor Countries), ataupun MDRI (Multilateral Debt Relief Initiative). Sepak terjang lembaga keuangan internasional (IMF dan World Bank), yang ternyata menjadi sumber masalah di negara-negara miskin, sama sekali tak dibahas.
Permasalahan seperti banyaknya utang yang ditelorkan lembaga keuangan internasional terhadap Negara miskin menjadi sesuatu yang sangat rumit sehingga bias dikatakan program MDGs ini sebenarnya hanyalah sebuh kedok dari mafia keuanggan internasional untuk membujuk Negara miskin agar menerima kehadiran mereka kembali dalam kancah proses bantuan keuangan yang nantinya akan menjerat leher Negara-negara miskin tersebut.
Jika kita menilik lebih kedalam dan melihat catatan kritisnya makin menegaskan bahwa negara-negara miskin tak bisa terlalu berharap banyak pada mekanisme global partnership dalam skema MDGs. Diperlukan inisiatif-inisiatif yang lebih progresif dari negara-negara miskin untuk keluar dari jerat bantuan dan utang yang mematikan

INFILTRASI NEO LIBERALISME DALAM PEMBERANGUSAN PASAR TRADISIONAL

OLEH : RIFQI K. ANAM

Latar Permasalahan
Paradigma modernisasi yang selalu diusung pemerintahan negara-negara berkembang sudah masuk pada semua bidang kehidupan. Termasuk dalam perencanaan dan manajemen kota telah ditentukan paradigma yang mencontoh pengalaman keberhasilan negara barat ini. Jo Santoso menyatakan bahwa sesungguhnya modernisasi adalah penjelmaan praktek neo-liberalisme (Jo Santoso, 2006 : 52). Ada dua hal yang bisa menunjukkan ini.
Pertama, Keberhasilan pembangunan selalu dilihat dan diukur dalam kaitan capaian-capaian material. Pembangunan kota dinyatakan berhasil selalu dengan tolak ukur indikator-indikator fisik. Kemudian, sesuatu yang tidak terstandar dan penuh keunikan dianggap sebagai ”menghambat”. Tidak heran jika praktek-praktek lokal selalu dipandang sinis dengan stigma tradisional. Kemudian, tradisionalitas selalu dituduh sebagai kekumuhan, jorok dan sarang kriminalitas kota. Kekayaan lokal ini akan diberangun pemerintah demi mencapai ”khayalan” kondisi material yang berkelimpahan ini (high mass consumption).
Kedua, terlalu besarnya ikut campur pihak swasta dalam perencanaan kota.Pemerintah tidak lebih sebagai pelayan pihak-pihak yang menginginkan apapun demi kemajuan usahanya mereka. Sementara itu, pemerintah juga tidak lebih pembantu yang kadang-kadang juga berperan sebagai satpam yang menengahi persoalan dengan warga kota. Pemerintah bukan lagi sebagai agent of development, sebab tindakannya lebih kearah teknis yang tidak ada hubungannya baik dengan rekayasa sosial maupun pemberdayaan (empowering).
Dalam konteks seperti ini, kota-kota bukan lagi dirancang oleh pemerintah.Tetapi, lebih kepada pemenuhan kebutuhan ”raja-raja” investor itu. Amat sulit untuk membedakan, apakah yang muncul dilapangan benar-benar implementasi keteguhan paradigma pembangunan atau hanya kepentingan segelintir elit kota?

Pemberangusan Pasar Tradisional
Penerapan paradigma neoliberalisme maupun kepentingan elit perencana kota ini bukan tidak mengandung resiko. Karena ia memunculkan persoalan-persoalan ikutan. Salah satu yang masih menarik dan selalu aktual yakni penataan pasar tradisional. Pemerintah (biasanya bekerja sama dengan investor) memaksakan konsep pasar modern. Baik dari segi bangunan sampai manajemen distribusi barang dan jasa. Dalam hitungan keuntungan material, pasar modern jewlas menjanjikan banyak keuntungan yang sangat mungkin diprediksi. Karenanya selalu membangun hegemoni bahwa hal-hal yang terkait tradisional selalu dianggap tidak sesuai. Maka perencana dan pemerintah kota selalu menggaung-gaungkan tentang perlunya ”peremajaan pasar” pada semua pasar di kota-kota mereka. Dengan janji yang muluk-muluk, pemerintah menyatakan pembangunan pasar modern untuk peningkatan kesejahteraan pedagang.

Dalam banyak kasus, selalu saja pedagang menolak. Baik perwakilan pedagang maupun pemerintah, sulit menemukan titik temu pandangan. Mereka bersikukuh dengan pandangan masing-masing dengan dorongan rasionalitas masing-masing serta pertimbangan keberdayaan sewa. Pedagang trdisional mewakili rasionalitas budaya informal yang tidak familiar dari aturan birokratis yang seragam. Sementara itu pedagang pasar modern dipaksa mengikuti aturan-aturan yang diformalkan yang jelas pada kepentingan penumpukkan modal. Padahal pada realitas sosiologis, menunjukkan bahwa sektor informal tidak bisa dipaksakan untuk berubah menjadi formal. Sebab, ia memiliki sub kultur sendiri yang tidak sama dengan logika atau ”keteraturan”. Kalau pemerintah menggunakan paradigma modernisasi, sementara itu para pedagang tradisional bertahan dengan budaya lokal yang jauh dari standardisasi, maka bisa dilihat akan terjadinya konflik diperkotaan.
Hal inilah yang dikatakan oleh HansDieter Evers sebagai perebutan wilayah konsumsi kolektif. Baik pedagang tradisional dengan pemerintah berebut kepemilikan sah lahan-lahan yang bisa dikonsumsi, distribusi secara kolektif itu. Dengan adanya neoliberalisme yang menawarkan materialisme,semua lahan memiliki nilai pertukaran uang.

Tidak heran jika sewa yang lebih mahal, ketika pasar telah berubah menjadi modern. Hal inilah yang menjadi kekhawatiran kedua pedagang, selain rasionalitas yang sulit ditemukan seperti penjelasan di atas. Hal yang sangat mungkin terjadi mengingat, pengelola bukan lagi pemerintah yang tidak melulu profit oriented, tetapi pengusaha swasta yang benar-benar sedang melakukan bisnis murni. Pemerintah hanya menjadi tuan yang rajin menerima setoran dari para pengembang dan pebisnis itu.

Konflik kepentingan dan Kebakaran Pasar
Konflik paradigma dan kepentingan tersebut tampak jelas, ketika kita apa yang dilakukan pemerintah pada pasar-pasar tradisional terbakar. Kebakaran pasar yang sesungguhnya menciptakan kesengsaraan banyak orang miskin, seakan menjadi fenomena lumrah ketika terjadi di kota-kota besar di Indonesia, seperti di Jakarta, Sala, Surabaya, Madiun, Purworejo, Wonosobo, Magelang dan kota-kota lain. Kita bisa melihat kepentingan dan kekuatan paradigmatik modernisasi pemerintah pada penanganan pasca kebakaran.
Sekalipun, itu merupakan kewenangan pihak yang berwajib, tetapi pemerintah tidak serius mengusut- tidak mau mengusut siapa pelaku kebakaran tersebut. Catatan penting yang perlu diperhatikan, tidak ada mekanisme tanggap darurat dan ganti rugi yang disiapkan pemerintah bagi korban yang menderita kerugian. Padahal, tanggung jawab pemerintah adalah menciptakan kota yang aman bagi warganya.
Anehnya lagi, selalu saja renovasi pasar pasca kebakaran, membuat harga kios mengikuti ekonomi pasar. Artinya, pedagang yang ingin menempati pasar baru -yang sebenarnya pedagang lama- ketika masuk ke pasar kembali, harus membayar sewa tinggi yang ditawarkan investor. Uniknya, karena pelaksana dan mungkin, penyerta modal yang paling dominan adalah pengusaha, maka sewa yang harus dibayar menjadi mahal. Pada keadaan demikian, negara atau pemerintah begitu perkasa untuk sanggup memaksakan paradigma dan kepentingan yang dipilih sekalipun terjadi resistensi di sana-sini. Tinggal pedagang tradisional gigit jari meratapi kekalahan demi kekalahan. Kalau sudah demikian, manakah pembangunan ekonomi kerakyatan yang selalu digembar-gemborkan itu?



PEMIKIRAN KRITIS MAX HORKHEIMER

OLEH : RIFQI K. ANAM

Biografi Singkat
Max Horkheimer lahir 14 Februari 1895 di Zuffenhausen, dekat Stuggart, Jerman. Ayahnya, Moritz (Moses) Horkheimer mendidik dengan keras dan otoriter. Ayahnya, menuntut Horkheimer mengelola pabrik tenun milik keluarganya. Sekalipun tertekan, Horkheimer mengikuti saja yang apa yang dimaui ayahnya itu. jadilah ia direktur muda.
Ada sahabat sejati Horkheimer yang terus mempengaruhi hingga semakin tidak nyaman Horkheimer bekerja menuruti kemauan ayahnya itu, yakni Friedrich Pollock. Pollock, 9 tahun lebih tua dari Horkheimer, anak pengusaha Yahudi, yang terlatih berdagang sebelum ikut berdagang. Berkat pertemanan ini, Horkheimer menyukai bidang seni, sesuatu yang merupakan bidang baru baginya. Dari pengaruh Pollock, ia menyukai filsafat dan masuk ke Frankfurt School.
Persahabatan antara Pollock dan Horkheimer bisa dikatakan cukup lama. Hubungan sosial ini terbentuk karena kesesuaian kepribadian antar mereka. Jika Horkheimer sering terbawa mood dan temperamental, sebaliknya emosi dan kendali diri Pollock lebih stabil dan sangat obsesif. Pollock pragmatis, realis, penuh kewaspadaan dan sering mengatur rutinitas sederhana untuk membantu Horkheimer. Nama popularitas Horkheimer juga karena kepiawaian mengajar. Seperti dinyatakan Martin Jay,

” Hal yang paling indah adalah mengajar, bahkan selama liburan ia tidak kehilangan kontak untuk mahasiswa ” (Martin Jay, 2005 : 405).

Sekalipun Marx Horkheimer bukan orang pertama diserahi mengelola The Frankfurt Institute for Social Research (Institute fur Sozialforsschung), tetapi dari sentuhan Horkheimer lembaga ini menemukan bentuknya, terutama saat ia menjabat sebagai direktur (1931-1958). Pada usia muda (35 tahun), Horkheimer tidak hanya mengambil keputusan penting agar institut tetap eksis, tetapi juga mengupayakan agar pemikiran-pemikiran dalam institut tetap independen tidak terkooptasi kepentingan politik manapun. Sebuah keputusan dan mungkin, juga tantangan sekelompok intelektual yang tidak lazim khususnya pada periode 1923-1950.
Sekalipun Horkheimer menekuni disiplin keilmuwan yaitu kebudayaan dan filsafat, tetapi The Frankfurt Institute for Social Research (Institute fur Sozialforsschung) diperkuat oleh ilmuwan dengan beragam latar belakang (filsafat, psikologi, sosiologi dan sastra). Uniknya, sekolah ini juga menerima pendekatan empiris, beberapa penelitian empiris telah dilakukan, salah satunya, Studies on Authority and The Family (German Studies in Prejudice). Dalam perjalanan The Frankfurt Institute for Social Research, peran penting Horkheimer yakni memikirkan dan memfasilitasi pengungsian ke Universitas Columbia, New York. Sampai akhirnya mereka kembali ke Jerman tahun 1949.
Pelarian ke Amerika ini ternyata tidak hanya membuat perkembangan cukup pesat bagi kiri baru di Amerika, tetapi dengan berinteraksinya para pendukung institut dengan ilmuwan-ilmuwan empiris Amerika, seperti: Charles Beard, Robert MacIver, Wesley, Mitchell, Reinhold Niebuhr, Robert Lynd dan beberapa ilmuwan dari Universitas Columbia, maka pengembangan teoritis Madzab Frankfurt semakin matang.

Ilmuwan-Ilmuwan yang Menginspirasi
Ketika Horkheimer menjadi mahasiswa di Universitas Jerman, Hans Cornelius adalah guru yang sangat inspiratif, memiliki daya kritis luar biasa. Dari gurunya itu Horkheimer mendapat tugas menganalisis buku Immanuel Kant yang berjudul Critique of Judgement. Dari situlah, hubungan Horkheimer dengan Cornelius semakin akrab dan membuat Horkheimer menaruh perhatian atas teori kritis. Nantinya bisa disimpulkan bahwa gagasan tentang perlunya teori yang menggugah sangat dipengaruhi dari gurunya itu. Kemudian, pengaruh karya-karya teoritis yakni pertama, Schopenhauer dan Immanuel Kant. Pollock pernah memberikan buku karangan Schopenhauer yang berjudul Aphorisms on the Wisdom of Life. Selain dari gagasan-gagasan Cornelius, pesimisme Horkheimer tentang masa depan masyarakat yang baik juga didapat dari Schopenhauer ini.
Ketertarikan yang kedua, ketika Horkheimer tergila-gila dengan pemikiran Kant, Hegel dan Karl Marx. Bagi Horkheimer, Immanuel Kant adalah filsuf kritis pertama. Sebab, ia tidak mempersoalkan bagaimana merumuskan dan mensistimatisir isi pengetahuan. Kant justru menyatakan bahwa akal budi harus menilai kemampuan dan keterbatasannya, dan lewat itu akal budi mengetahui sesuatu. Bagi pendukung teori kritis, bisa disimpulkan bahwa Kant telah menemukan otonomi subyek dalam membentuk pengetahuannya. Hanya saja, pemikiran Kant tetap dikritik karena masih a historis (Sindhunata, 1983 : 31).
Dari pemikiran Hegel yang sangat mengesankan Horkheimer adalah mengetengahkan perjalanan akal budi untuk mencapai kesadaran diri yang sempurna. Bagi Hegel, kesadaran diri yang lengkap justru ketika ada tekanan-tekanan yang membuatnya bertarung. Dimana masing-masing unsur mengandung kebenaran. Dari sinilah Horkheimer tertarik dengan cara berpikir dialektika tersebut, bahkan dikatakan cara berpikir kritis adalah cara berpikir yang dialektis.
Kemudian yang tidak kalah penting pemikiran Karl Marx, terutama ketika mengkritik sistem ekonomi kapitalis. Dari pandangan sosial dan politik, kapitalis benar-benar merendahkan derajat manusia. Akibat berkompetisi memenangkan bisnis, para borjuis yang sekaligus pemilik modal mengeksploitasi para kaum proletar. Hampir sama dengan Hegel dalam membongkar apa yang menjadi persoalan masyarakat, Karl Marx memperkenalkan konsep dialektika. Hanya saja dialektika Marx tidak bersifat idealis, tetapi materialis dengan melakukan kritik-kritik politik dan ekonomi masyarakat.
Horkheimer memandang bahwa kritik ekonomi politik Marx sangat penting untuk mengokohkan kedudukan kritik pada teori kritis. Menariknya, Horkheimer tidak luput merevisi gagasan-gagasan Karl Marx tersebut, mengingat corak kapitalis ketika Marx mengemukakan teorinya dengan ketika Horkheimer dan kawan-kawan hidup tidak sama. Kapitalisme Liberal telah mengalami metamorfosis dan berubah menjadi kapitalisme monopolis. Corak kapitalisme monopolis sama dengan kapitalisme negara, dimana kekuatan masyakarat tidak murni digerakkan variabel-variabel ekonomi, tetapi sudah ada intervensi kekuatan yang lebih besar yakni negara.
Selain beberapa pemikir besar tersebut yang mempengaruhi pandangan dan gagasan Horkheimer. Juga, masih ada para filsuf yang juga tidak boleh dikesampingkan, yakni : Nietzche, Dilthey dan Bergson. Pandangan Dilthey yang menyatakan bahwa ilmu sosial lebih didasarkan pemahaman dan pengalaman ulang disetujui oleh Horkheimer. Dimana dalam bahasa Horkheimer sebagai kebermaknaan struktur sejarah. Hal yang tidak disetujui Horkheimer ketika Dilthey menyatakan bahwa makna ini secara intuitif dapat ditemukan oleh sejarawan yang mengalami ulang masalah yang ditelitinya dengan pikiran sendiri. Singktanya, Horkheimer tidak setuju dengan metodologi Dilthey yang memasukkan pendekatan psikologi untuk analisa sejarah ( ibid, hlm. 69).
Dari pandangan Bergson, Horkheimer tidak menyetujui keyakinan dirinya bahwa intuisi sebagai sarana untuk menemukan kembali kekuatan hidup universal. Ilmuwan yang menginspirasi dalam pembahasan Horkheimer bisa dikatakan tidak sama dengan kebanyakan ilmuwan sosial yang lain. Jika ada tokoh yang lebih pada gagasan dan teori-teori ilmuwan sebelum yang dibenarkan, dikembangkan atau dimodifikasi, tetapi Horkheimer tidak seratus persen seperti itu. Beberapa dimodifikasi, beberapa yang lain dikritik, tidak segan ia menolak jika memang menurutnya tidak sesuai.

Referensi

David Ashley, Sociological Theory; Classical Statement, A Pearson Education Company, USA, 2001

Gibson Burrel dan Gareth Morgan, Sociological Paradigm and Organisational Analysis, Heinemann Educational Books, New York, 1979

Martin Jay, Sejarah Madzab Frankfurt; Imajinasi Dialektis dalam Perkembangan Teori Kritis, Kreasi Wacana, Jogjakarta, 2005

Max Horkheimer, Traditional and Critical Theory, dalam Paul Connerton, Critical Sociology, Middlesex, Penguin Books, England, 1976

Max Horkheimer, Dialektika Pencerahan, Ircisod, Jogjakarta, 2000

Sindhunata, Dilema Usaha Manusia Rasional : Kritik Masyarakat Modern oleh Max Horkheimer dalam Rangka Sekolah Frankfurt, Gramedia Jakarta, 1983


PEMIKIRAN FILSAFAT KRITIS KANT

OLEH : RIFQI KHAIRUL ANAM

Latar belakang Kant dari keluarga yang menganut paham pietisme kuat dimana kant diasuh dengan nilai-nilai ketekunan, kejujuran, kesalehan yang begitu taat.pola asuh ini yang membangun Kant sebagai filsuf yang menjunjung tinggi kewajiban. Kaum pietisme merupakan sekte Ini yang berorientasi metodis dengan orientasi etik yang mendalam dan tidak terlalu terkungkung dalam dogmatisme teologis.
Membicarakan Kant sesungguhnya tidak lepas dari pusaran arus pemikiran yang melingkupinya dimana terdapat Skeptisisme Empiris Hume dan Rasionalisme Descartes . persoalan yang mereka perdebatkan adalah epistemologi masing-masing dalam menentukan bagaimana ilmuwan dapat melepaskan diri dari batas-batas pikiran manusia. Kemudian segera dapat diketahui bagaimana isi pikiran kita demi mendapatkan pengetahuan dari luar kita. Kant berpendapat bahwa pada kedua metode dan isi argumen filosofis tersebut, masih terdapat kekurangan yang cukup serius.
Demi tujuan itu, kaum empiris menyempurnakan hal ini lewat pengertian dan alasan posteori. Alasan posteori bergantung pada pengalaman atau kejadian-kejadian yang menyatu dalam dunia agar bisa memberikan informasi. Pengalamanlah yang yang menjadi sumber pengetahuan, baik pengalaman lahir maupun pengalaman batin.
Sebaliknya, kaum rasionalis berusaha menggunakan alasan a priori dalam membangun dasar pengetahuan manusia. Sebagai lawan dari posteori alasan a priori justru tidak bergantung pada pengalaman untuk menginformasikan
Kaum empirisme berpendapat bahwa pengetahuan manusi mula mula ada dalam perasaan kita, John Locke slah satu pemikir empirisme berpendapat bahwa pikiran layaknya batu tulis kosong yang akan menjadi penuh ketika ide-idenya berdialektika dengan dunia luar, meneruskan, Sir david Hume menegaskan kita tidak dapat menyediakan penilaian a priori dan a posteori dalam sejumlah keyakinan kita, seperti, objek dan subjek identik tetap berlangsung sepanjang waktu”, atau “setiap kejadian harus memiliki sebab”. Menurutnya pengetahua adalah pengalaman yang diperoleh seseorang. Misal, ketika seseorang memegang es batu, tanganya mearasa dingin, jadi disi pengalaman yang menginternalisasi pengetahuan.
Melihat Kaum rasionalis melakukan pendekatan dari tentan pengetahuan manusia dari sisi lain. Mereka berharap bisa lepas dari batasan epistemologis pikiran dengan mengkontruksi pengetahuan dunia luar, kedirian (the self), jiwa, tuhan. Leibniz berpikiran bahwa dunia dapat dipahami dengan rasionalisasi, dengan a priori, lewat analisa ide melalui legika-logika.
Sekalipun pengetahuan manusi itu dikembanagkan lebih lanjut lewat pengalaman, tetapi pengalaman bukan sumber pengetahuan. Ia hanya tingkat perdana pengetahuan akali, yang dapat dinyakan dengan alasan, rasionalisme mengangkat banhwa sumber pengetahuan yang sejati adalah akal budi. Descarte mempercayai bahwa rasionalisme merupakan kebenaran sejati, dengan jargon “saya berpikir karena itu saya ada” yang menjadi tandingan skeptissisme yang meragukan kebenaran di dunia.
Dimana posisi Kant ? Kant menyimpulkan bahwa pengetahuan berasal dari pengalaman maupun akal pikiran. Akal pikiran mengatur kesan-kesan yang datang pada manusia dari dunia empiris dalam ketegori waktu, ruang, sebab, akibat, dan sebagainy. Dengan cara demikian, kenyataan distrukturkan oleh akal pikiran. Akal pikiran menghubungkan gejala-gejala sesuai dengan norma-norma yang ada dalam akal pikiran jadi dalam pandangan ini, manusia memberikan hukum-hukum kepada alam. Dunia yang dipahami manusia hanyalah yang diolah dalam pikirannya. Realitas obyektif diketahui hanya sejauh ia menyesuaikan struktur penting akal pikiran.fenomena dirasakan dan bentuk bentuk dasar dari sensibility. Ruang dan waktu membentuk kategori-kategori pemahaman. Kategori-kategori kausalitas dan substansi merupakan sumber-sumber dari segala struktur fenomena.
Kritisisme
Berrbeda dengan empirisme yang mengunakan veriviasi, kant mengecek kebenaran pengetahuan dengan menggunakan asas-asas a priori dari diri subjek . kemudian asas ini diterapkan kepada objek-objek dari dunia luar. Cara berfikir filsafat ini dikenal dengan transendentalisme.dengan kata lain sebuah proyek pengetahuan dikatakan transendentalisme kalau memusatkan diri pada kondisi murni dari dalam diri subyek pengetahuan. Dalam kaitan ini bisa dikatakan Kant pendukung gagasan Sosial idealis tetapi jika dikaji lebih mendalam kant sesungguhnya berada diposisi tengah antara empirisme dan rasionalisme.
Kritisisme Kant merupakan lawan dari dogmatisme, jika dogmatisme begitu sja menerima kemampuan rasio tanpa menguji batas batasnya maka kritisisme menguji lebih dahulu batas-batas rasio sebelum memulai penyelidikan. Dengan begitu dipahami kritisisme dipahami sebagai sebagai pengadilan tentang kesahihan pengatahuan. Dengan kata lain kant lebih condong gagasan filsafat yang menekankan pada proses dan cara, bukannya langsung menyetujui inti persoalan.


SENDYAKALANING MANUSIA SATUDIMENSI

OLEH : RIFQI K. ANAM

Masyarakat Permisif
JANGAN berpikir bahwa bangsa ini telah lepas dari krisis. Jika mulai tahun 1998 kita didera oleh krisis moneter, berlanjut ke krisis ekonomi dan kemudian krisis politik, maka kinipun kita menghadapi krisis yang tak kalah menakutkan, yakni krisis lingkungan. Krisis ini sama-sama sulitnya dengan dua krisis sebelumnya itu. Sama dengan krisis politik dan ekonomi, krisis lingkungan terjadi sebagai akibat perbuatan dan cara pikir kita yang salah dari waktu-waktu kemarin hingga kini.
Krisis lingkungan muncul sebagai beban berat susulan yang menambah lengkaplah kompleks persoalan bangsa ini. Adanya krisis-krisis tersebut memperlihatkan begitu tidak berdayanya bangsa ini menghadapi kompleksitas persoalan. Tidak saja “gagal” mengantisipasi dan mengatasi persoalan ekonomi dan politik yang jelas-jelas disebabkan ulah manusia, tetapi juga gagal mengatasi bencana lingkungan yang disebabkan ulah manusia dan yang benar-benar murni dominasi alam.
Uniknya, kita tidak pernah memprihatinkan something wrong di masyarakat ini. Kita masih terlalu arogan dan tidak mengakui bahwa kita ternyata begitu lemah dan mungkin, sangat bodoh. Buktinya kita cenderung permisif atas persoalan yang datang dan menggampangkan melalui pernyataan yang sering tidak bisa dipertanggungjawabkan. Termasuk, mengkambinghitamkan alam yang tidak mengerti apa-apa.

Antroposentrisme Manusia
Sekalipun banyak kalangan menyebut era sekarang sebagai era teknologi, tetapi nyatanya teknologi “gagal” menyelesaikan sebagian besar persoalan hidup kita. Gagalnya deteksi tsunami di Pantai Utara Jawa, tidak antisipatifnya gempa bumi di Jogja-Jateng dan gagalnya membendung luberan Lumpur Panas di Sidoarjo, menunjukkan gagalnya teknologi berperan dalam kehidupan sosial kita. Tidak jarang, dalam menghadapi bencana kita sudahi dengan melupakan begitu saja, tanpa berpusing-pusing mencari penjelasan atau penyelesaian yang memuaskan. Jangankan untuk antisipasi bencana ke depan, yang telah terjadi saja kita tidak sanggup mengatasi.
Kasus flu burung, misalnya. Menkes dan Mentan menyalahkan alam sebagai sebab. Dengan turunnya musim hujan, virus H5NI mengalami pengembangbiakan dan menyebar kemana-mana. Sementara pemerintah mengkampanyekan “cegah atau lawan flu burung” atau “aman makan daging unggas”, toh korban-korban selalu saja tidak tertolong. Bahkan hingga kini Indonesia merupakan negara yang memiliki angka kematian tertinggi akibat flu burung.
Belum lagi tenggelamnya KM Senopati dan jatuhnya Pesawat AdamAir di perairan Majene, Sulawesi Barat. Sekalipun dipastikan posisi kotak hitam (black box) pesawat AdamAir telah ditemukan, tetapi hingga kini kita tidak sanggup mengambil bagian penting pesawat yang akan banyak menyibak misteri kecelakaan pesawat ini. Akhirnya, baik pemerintah maupun pihak AdamAir menyerah alias tidak meneruskan pencarian ini, mengingat benda ini berada di dasar laut dengan kedalaman 2000 meter. Lagi, kita tidak bisa menjelaskan bencana ini secara bertanggung jawab.
Terkait dengan musibah-musibah tersebut ilmuwan eksakta, rohaniawan, tokoh masyarakat, menteri dan para birokrat tidak bisa menjelaskan ke publik mengapa bencana-bencana itu gagal diantisipasi? Sekalipun kecelakaan kereta api dan pesawat banyak terjadi, selalu saja yang disalahkan alam. Banyak kalangan menuduh bahwa yang harus bertanggung jawab adalah menteri perhubungan. Karena ia memiliki kewenangan dan bisa melakukan langkah-langkah penting untuk antisipasi bencana. Tetapi, yang biasa terjadi pembantu presiden ini mengelak dengan menyatakan bahwa sebab-sebab tersebut di luar kemampuan dirinya (baca : alam). Ia merasa tidak harus bertanggung jawab atas kecelakaan-kecelakaan itu.
Sedangkan, bagi kalangan yang berpendidikan dengan enteng selalu menyalahkan alam. Dari Lumpur panas, tenggelamnya KM Senopati, Kecelakaan AdamAir, termasuk bencana banjir yang terjadi di DKI Jakarta, selalu saja menutupi ketidakberdayaan dengan mengkambinghitamkan pada alam. Fauzi Bowo dalam wawancara dengan salah satu televisi swasta (5/2/2007) menyatakan bahwa banjir di Jakarta dikarenakan alam. Ia nyatakan, kepala daerah atau presiden atau republik manapun tidak akan bisa mengatasi ini karena tidak sanggup mengalahkan alam. Tampak dari pernyataan wakil Gubernur DKI, ini ketidaksanggupan dirinya mengantisipasi terjadinya banjir di Jakarta dengan mengkambinghitamkan alam.

Perubahan paradigma penguasaan
Dari fenomena di atas perlunya perubahan dalam cara berpikir, terutama dikalangan elit, baik elit politik, elit ekonomi maupun elit agama. Pola pikir kalangan elit yang selalu mengkambinghitamkan alam jelas memperlihatkan ketidakprofesionalan dan jelas menunjukan rasa tidak bertanggung jawab kepada publik. Karena taruhan yang begitu besar, maka seharusnya bencana justru merupakan ujian paling nyata bagi kinerja dan kecerdasan elit kita.
Kalau para elit berhasil mengatasi bencana, maka ia layak dipuji publik sebagai orang professional. Bahkan, kalau perlu harus diberi penghargaan. Sebaliknya, kalau di bawah tanggung jawabnya, bencana terus menerus terjadi dengan memakan banyak korban, seharusnya menjadi pelajaran berharga segala permasalahan yang disebabkan ketamakan manusia sehingga melakukan refleksi kritis terhadap apa yang telah terjadi dan yang telah dilakukan, sehingga mengurangi permasalahan yang di sebabkan dominasi manusia atas alam.