06 Desember 2011

Hiperrealitas dalam CSR

Pendahuluan
Perusahaan jika dilihat sebagai entitas social tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat  sebagai lingkungan eksternalnya. Ada hubungan resiprokal (timbal balik) antara perusahaan dengan masyarakat. Perusahaan dan masyarakat adalah pasangan   hidup   yang   saling  memberi   dan   membutuhkan.   Kontribus dan harmonisasi keduanya akan menentukan keberhasilan pembangunan bangsa. Dua aspek penting harus diperhatikan agar tercipta kondisi sinergis antara  keduanya sehingga  keberadaan  perusahaan  membawa  perubahan  ke  arah  perbaikan  dan peningkatan taraf hidup masyarakat.
Saat ini CSR tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single bottom line,  yaitu nilai perusahaan (corporate value) yang direfleksikan dalam kondisi  keuangannya  (financial)  saja.  Tapi  tanggung  jawab  perusahaan  harus berpijak pada triple bottom lines. Di sini bottom lines lainnya selain finansial juga ada sosial dan lingkungan,  karena kondisi keuangan saja tidak cukup menjamin nila perusahaa tumbuh   secar berkelanjuta (sustainable) Keberlanjutan perusahaan  hanya  akan  terjamin  apabila  perusahaan  memperhatikan  dimensi sosia da lingkunga hidup.   Suda menjadi   fakt bagaiman resistensi masyarakat sekitar, di berbagai tempat dan waktu muncul ke permukaan terhadap perusahaan yang dianggap tidak memperhatikan aspek-aspek sosial, ekonomi dan lingkungan hidupnya.

Masyarakat  sekarang  lebih  pintar  dalam  memilih  produk  yang  akan mereka konsumsi. Sekarang, masyarakat cenderung untuk memilih produk yang diproduksi   oleh               perusahaan            yang    peduli                              terhadap                  lingkungan       dan           atau melaksanakan  CSR. Banyak manfaat yang diperoleh perusahaan dengan pelaksanan corporate social  responsibility, antara  lain  produk  semakin  disukai  oleh  konsumen dan perusahaan diminati investor. Corporate social responsibility  dapat  digunakan sebagai alat marketing baru bagi perusahaan bila itu dilaksanakan berkelanjutan. Untuk melaksanakan CSR berarti perusahaan akan mengeluarkan sejumlah biaya. Biaya pada akhirnya akan menjadi beban yang mengurangi pendapatan sehingga tingkat profit  perusahaan akan turun. Akan tetapi dengan melaksanakan CSR, citra perusahaan akan semakin  baik sehingga loyalitas konsumen makin tinggi.

Seiring  meningkatnya  loyalitas  konsumen  dalam  waktu  yang  lama,  maka penjuala perusahaan  akan  semakin  membaik,  dan  pada  akhirnya  dengan pelaksanaan CSR,  diharapkan tingkat profitabilitas perusahaan juga meningkat (Satyo, 2005 dalam Sutopoyudo,  2009). Oleh karena itu, CSR berperan penting dalam meningkatkan keunggulan kompetitif dibandingkan pesaingnya.
2.Permasalahan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial
            Pengungakapan tanggung jawab social perusahaan menggunakan kerangka legitimasi masyarakat saat ini dapat memunculkan efek kembar, di satu sisi masyarakat makin senang dengan peningkatan upaya pengungkapan CSR di sisi lain dapat melakukan manipulasi atau setidaknya permainan tanda dalam pengungkapan CSR tersebut. Pengungkapan CSR yang sejatinya sangat berperan positif dalam pembentukan citra perusahaan tapi sekali lagi dalam pengungkapannya harus dilihat dalam konteks semiotika, artinya apakah benar informasi (penanda) yang diungkapkan perusahaan lewat internet, televisi (medianya) telah seperti realitas yang diberitakan tersebut (petanda). Apalagi pengungkapan CSR lewat internet, harus dipahami bahwa internet memiliki kemampuan menyebarkan informasi dengan radius yang sangat luas ini artinya potret realitas ayang dipahami udienceterhadap objek sebenarnya telah direduksi oleh potert media terhadap realitasnya, terjadi semacam kontruksi social dimana pemirsa dibuat seolah-olahmelihat potert realitasnpadahal realitas sebenarnya tidak mengetahuhi. Inilah yang kemudian menjadikan permasalahan CSR abad 21 mengenai pengungkapannya disa direduksi dalam hipererealitas CSR oleh internet
 Konsep    CSR   pada    umumnya    menyatakan    bahwa   tanggung    jawab perusahaan tidak hanya terhadap pemiliknya atau pemegang saham saja tetapi juga  terhada para  stakeholder  yang  terkait  dan/atau  terkena  dampak  dari keberadaan  perusahaan.   Perusahaan  yang  menjalankan  aktivitas  CSR  akamemperhatikan  dampak  operasional  perusahaan  terhadap  kondisi  sosial  dalingkungan  dan  berupaya  agar  dampaknya  positif.  Sehingga  dengan  adanya konsep CSR  diharapkan kerusakan lingkungan yang terjadi di dunia, mulai dari penggundulan  hutan,  polus udara  dan  air,  hingga  perubahan  iklim  dapat dikurangi.

Analisis Pendekatan teori simulasi (Jean Baudillard)
perusahaan yang menerapkan SRD sekalipun harus dilihat dalam konteks skeptic, maksudnya perusahaan bias saja membeli media untuk memberikan gambaran baik mengenai proses CSR yang dilakukan padahal senyatanya hal yang sama bias dilakukan oleh perusahaan lain. Masyarakat yang dibuat melihat (seolah-olah) realitas, menampilkan penanda palsu yang merusak citra sebenarnya.
Dua konsep utama Baudillard adalah simulakra dan simulasi, simulacra siartikan ketika sesuatu meniru, mengkopi, menduplikasi, atau mereproduksi sesuatu yang lain sebagai modelnya(Piliang, 2009: 58). Pengungkapan SRD dapat dinyatakan seperti ini dimanya model atau kenyataan diungkapkan tidak diungkapkan seperti adanya tetapi dibuat seolah-olah nyata.
Perusahaan dengan kemampuan memanipulasi media dinyatakan dalam perusahaan portugis bahwa dengan melakukan SRD akan memiliki daya kompetiti yang lebih besar tetapi pada kenyataan masyarakat dibohongi untuk mempercayai kebenaran beritanya.
 Dunia postmodern diyakini sebuah dunia yang ditandai oleh simulasi; kita hidup pada “zaman simulasi” (Baudrillard, 1983: 4). “Keaslian” dan dunia kultural  yang cepat lenyap itu membuat Baudrillard melihat adanya implosi ketika pemisahan antara tanda dengan realitas menjadi tidak kentara lagisulit memperkirakan hal-hal yang riil dari hal-hal yang menyimulasikan hal-hal riil. Sederhananya ketika ada iklan perusahaan di televisi  melakukan program CSR, kita semua percaya karena tempatnya jauh, tapi dalam konteks kritis kita boleh skeptic apakah perusahaan tersebut telah melakukan apa yang telah ditampilkan di televisi. Perbandingan yang sama bagi perusahaan.
Simulacrum ini tidak pernah yang menyembunyikan kebenaran - itu adalah kebenaran yang menyembunyikan bahwa tidak ada. Simulacrum adalah benar. Jika digunakan dalam terminology perusahaan,
Kita juga harus memperhatikan, dalam konteks hiperrealitas Baudillard melihat kekuatan hipersemiotika dan hyper-sign merupakan kekuatan utama kapitalisme saat ini. Dalam wacana kapitalisme ada yang disebut dengan diferensiasi, yakni proses membangun identitas berdasarkan perbedaan, produk dan gaya hidup sehingga memungkinkan manusia masa kini untuk melihat dirinya sendiri sebagai refleksi dari citra-citra yang disebarkan dari komoditi dan tontonan tersebut.
Dalam system perusahaan yang  total kapitalis, manusia tidak lagi bertindak sebagai subjek yang mengontrol objek, namun dikontrol oleh system objek-objek yang menyebabkan manusia kehilangan kesadaran sehingga menjadikan menusia mabuk dalam gairah hiper konsumsi, nantinya akumulasi gairah tersebut membentuk budaya konsumerisme dimana produk-produk/komoditi tersebut menjadi satu medium untuk membentuk personalitas, gaya, citra, gaya hidup dan cara diferensiasi status sosial yang pada gilirannya menjadi penopang dunia realitas semu.
Kita bias melihat bahwa kondisi hiper terlihat dalam perusahaan, dimana kemajuan ekonomi lebih banyak digunakan untuk menciptakan kebutuhan semu masyarakat, hal itu dilakukan agar kapitalisme dapat terus berjalan semata, yang pada gilirannya menghasilkan kesejahteraan semu. Lalu kecenderungan hiper ini juga terlihat pada perkembangan teknologi mutakhir (seperti televise dan internet) memungkinkan untuk diciptakannya satu rekayasa realitas dimana kapitalisme memegang kendali terhadap opini publik yang akan digelontorkan.
Sebagai penutup, melihat konsumerisme sebagai logika untuk memenuhi kepuasan hasrat. Melimpahnya barang konsumsi bukan lagi karena kebutuhan masyarakat, namun lebih pada pemuasan nafsu mereka. Dalam pandangan Baudrillard, kapitalisme akhir memanfaatkan mesin hasrat tersebut untuk terus membelenggu masyarakat dalam jerat hipersemiotika.
3.Kesimpulan

Dalam melihat SRD kita harus skeptic terhadap apa yang diberitakan meskipun SRD terlihat, dari perspektif semacam, sebagai salah satustrategi yang digunakan oleh perusahaan untuk mencari penerimaan dan persetujuan kegiatan mereka dari masyarakat. Hal ini dipandang sebagai alat penting dalam strategi-strategi legitimasi perusahaan egies. Hal ini digunakan untuk membangun atau mempertahankan legitimasi-legitimasi dari perusahaan karena dapat mempengaruhi opini publik dan kebijakan publik. Legitimasi Teori menunjukkan bahwa SRD menyediakan cara yang penting untuk berkomunikasi dengan pemangku kepentingan, untuk meyakinkan mereka bahwa perusahaan memenuhi harapan mereka (bahkan ketika perilaku perusahaan yang sebenarnya tetap berbeda dengan beberapa harapan).
SRD juga bias dilihat sebagai upaya peneriaan legitimasi social terhadap perusahaan meskipun terdapat kelemahan di dalamnya. Kita melihat relevansi publik yang kegiatannya adalah kongruen dengan nilai-nilai mereka. Jadi, reputasi dan legitimasi yang dibangun oleh perusahaan harus selalu kita perhatikan relevansinya dengan jenis perusahaannya.

Daftar Pustaka

Baudillard, Jean. 1981 (second edition 1983). Simulacra and Simulation. France. University of Michigan Press
Piliang, Yasraf Amir, 2009. POSREALITAS, realitas kebudayaan dalam era posmetafisika. Yogjakarta. Jalasutra

Jurnal
Factor Influencing Social Responsbility Disclosure by Portugese Companies. Manuel Castello Branco. Jornal Bisiness Ethics. 2008. Spinger