06 Februari 2011

PEMIKIRAN KRITIS MAX HORKHEIMER

OLEH : RIFQI K. ANAM

Biografi Singkat
Max Horkheimer lahir 14 Februari 1895 di Zuffenhausen, dekat Stuggart, Jerman. Ayahnya, Moritz (Moses) Horkheimer mendidik dengan keras dan otoriter. Ayahnya, menuntut Horkheimer mengelola pabrik tenun milik keluarganya. Sekalipun tertekan, Horkheimer mengikuti saja yang apa yang dimaui ayahnya itu. jadilah ia direktur muda.
Ada sahabat sejati Horkheimer yang terus mempengaruhi hingga semakin tidak nyaman Horkheimer bekerja menuruti kemauan ayahnya itu, yakni Friedrich Pollock. Pollock, 9 tahun lebih tua dari Horkheimer, anak pengusaha Yahudi, yang terlatih berdagang sebelum ikut berdagang. Berkat pertemanan ini, Horkheimer menyukai bidang seni, sesuatu yang merupakan bidang baru baginya. Dari pengaruh Pollock, ia menyukai filsafat dan masuk ke Frankfurt School.
Persahabatan antara Pollock dan Horkheimer bisa dikatakan cukup lama. Hubungan sosial ini terbentuk karena kesesuaian kepribadian antar mereka. Jika Horkheimer sering terbawa mood dan temperamental, sebaliknya emosi dan kendali diri Pollock lebih stabil dan sangat obsesif. Pollock pragmatis, realis, penuh kewaspadaan dan sering mengatur rutinitas sederhana untuk membantu Horkheimer. Nama popularitas Horkheimer juga karena kepiawaian mengajar. Seperti dinyatakan Martin Jay,

” Hal yang paling indah adalah mengajar, bahkan selama liburan ia tidak kehilangan kontak untuk mahasiswa ” (Martin Jay, 2005 : 405).

Sekalipun Marx Horkheimer bukan orang pertama diserahi mengelola The Frankfurt Institute for Social Research (Institute fur Sozialforsschung), tetapi dari sentuhan Horkheimer lembaga ini menemukan bentuknya, terutama saat ia menjabat sebagai direktur (1931-1958). Pada usia muda (35 tahun), Horkheimer tidak hanya mengambil keputusan penting agar institut tetap eksis, tetapi juga mengupayakan agar pemikiran-pemikiran dalam institut tetap independen tidak terkooptasi kepentingan politik manapun. Sebuah keputusan dan mungkin, juga tantangan sekelompok intelektual yang tidak lazim khususnya pada periode 1923-1950.
Sekalipun Horkheimer menekuni disiplin keilmuwan yaitu kebudayaan dan filsafat, tetapi The Frankfurt Institute for Social Research (Institute fur Sozialforsschung) diperkuat oleh ilmuwan dengan beragam latar belakang (filsafat, psikologi, sosiologi dan sastra). Uniknya, sekolah ini juga menerima pendekatan empiris, beberapa penelitian empiris telah dilakukan, salah satunya, Studies on Authority and The Family (German Studies in Prejudice). Dalam perjalanan The Frankfurt Institute for Social Research, peran penting Horkheimer yakni memikirkan dan memfasilitasi pengungsian ke Universitas Columbia, New York. Sampai akhirnya mereka kembali ke Jerman tahun 1949.
Pelarian ke Amerika ini ternyata tidak hanya membuat perkembangan cukup pesat bagi kiri baru di Amerika, tetapi dengan berinteraksinya para pendukung institut dengan ilmuwan-ilmuwan empiris Amerika, seperti: Charles Beard, Robert MacIver, Wesley, Mitchell, Reinhold Niebuhr, Robert Lynd dan beberapa ilmuwan dari Universitas Columbia, maka pengembangan teoritis Madzab Frankfurt semakin matang.

Ilmuwan-Ilmuwan yang Menginspirasi
Ketika Horkheimer menjadi mahasiswa di Universitas Jerman, Hans Cornelius adalah guru yang sangat inspiratif, memiliki daya kritis luar biasa. Dari gurunya itu Horkheimer mendapat tugas menganalisis buku Immanuel Kant yang berjudul Critique of Judgement. Dari situlah, hubungan Horkheimer dengan Cornelius semakin akrab dan membuat Horkheimer menaruh perhatian atas teori kritis. Nantinya bisa disimpulkan bahwa gagasan tentang perlunya teori yang menggugah sangat dipengaruhi dari gurunya itu. Kemudian, pengaruh karya-karya teoritis yakni pertama, Schopenhauer dan Immanuel Kant. Pollock pernah memberikan buku karangan Schopenhauer yang berjudul Aphorisms on the Wisdom of Life. Selain dari gagasan-gagasan Cornelius, pesimisme Horkheimer tentang masa depan masyarakat yang baik juga didapat dari Schopenhauer ini.
Ketertarikan yang kedua, ketika Horkheimer tergila-gila dengan pemikiran Kant, Hegel dan Karl Marx. Bagi Horkheimer, Immanuel Kant adalah filsuf kritis pertama. Sebab, ia tidak mempersoalkan bagaimana merumuskan dan mensistimatisir isi pengetahuan. Kant justru menyatakan bahwa akal budi harus menilai kemampuan dan keterbatasannya, dan lewat itu akal budi mengetahui sesuatu. Bagi pendukung teori kritis, bisa disimpulkan bahwa Kant telah menemukan otonomi subyek dalam membentuk pengetahuannya. Hanya saja, pemikiran Kant tetap dikritik karena masih a historis (Sindhunata, 1983 : 31).
Dari pemikiran Hegel yang sangat mengesankan Horkheimer adalah mengetengahkan perjalanan akal budi untuk mencapai kesadaran diri yang sempurna. Bagi Hegel, kesadaran diri yang lengkap justru ketika ada tekanan-tekanan yang membuatnya bertarung. Dimana masing-masing unsur mengandung kebenaran. Dari sinilah Horkheimer tertarik dengan cara berpikir dialektika tersebut, bahkan dikatakan cara berpikir kritis adalah cara berpikir yang dialektis.
Kemudian yang tidak kalah penting pemikiran Karl Marx, terutama ketika mengkritik sistem ekonomi kapitalis. Dari pandangan sosial dan politik, kapitalis benar-benar merendahkan derajat manusia. Akibat berkompetisi memenangkan bisnis, para borjuis yang sekaligus pemilik modal mengeksploitasi para kaum proletar. Hampir sama dengan Hegel dalam membongkar apa yang menjadi persoalan masyarakat, Karl Marx memperkenalkan konsep dialektika. Hanya saja dialektika Marx tidak bersifat idealis, tetapi materialis dengan melakukan kritik-kritik politik dan ekonomi masyarakat.
Horkheimer memandang bahwa kritik ekonomi politik Marx sangat penting untuk mengokohkan kedudukan kritik pada teori kritis. Menariknya, Horkheimer tidak luput merevisi gagasan-gagasan Karl Marx tersebut, mengingat corak kapitalis ketika Marx mengemukakan teorinya dengan ketika Horkheimer dan kawan-kawan hidup tidak sama. Kapitalisme Liberal telah mengalami metamorfosis dan berubah menjadi kapitalisme monopolis. Corak kapitalisme monopolis sama dengan kapitalisme negara, dimana kekuatan masyakarat tidak murni digerakkan variabel-variabel ekonomi, tetapi sudah ada intervensi kekuatan yang lebih besar yakni negara.
Selain beberapa pemikir besar tersebut yang mempengaruhi pandangan dan gagasan Horkheimer. Juga, masih ada para filsuf yang juga tidak boleh dikesampingkan, yakni : Nietzche, Dilthey dan Bergson. Pandangan Dilthey yang menyatakan bahwa ilmu sosial lebih didasarkan pemahaman dan pengalaman ulang disetujui oleh Horkheimer. Dimana dalam bahasa Horkheimer sebagai kebermaknaan struktur sejarah. Hal yang tidak disetujui Horkheimer ketika Dilthey menyatakan bahwa makna ini secara intuitif dapat ditemukan oleh sejarawan yang mengalami ulang masalah yang ditelitinya dengan pikiran sendiri. Singktanya, Horkheimer tidak setuju dengan metodologi Dilthey yang memasukkan pendekatan psikologi untuk analisa sejarah ( ibid, hlm. 69).
Dari pandangan Bergson, Horkheimer tidak menyetujui keyakinan dirinya bahwa intuisi sebagai sarana untuk menemukan kembali kekuatan hidup universal. Ilmuwan yang menginspirasi dalam pembahasan Horkheimer bisa dikatakan tidak sama dengan kebanyakan ilmuwan sosial yang lain. Jika ada tokoh yang lebih pada gagasan dan teori-teori ilmuwan sebelum yang dibenarkan, dikembangkan atau dimodifikasi, tetapi Horkheimer tidak seratus persen seperti itu. Beberapa dimodifikasi, beberapa yang lain dikritik, tidak segan ia menolak jika memang menurutnya tidak sesuai.

Referensi

David Ashley, Sociological Theory; Classical Statement, A Pearson Education Company, USA, 2001

Gibson Burrel dan Gareth Morgan, Sociological Paradigm and Organisational Analysis, Heinemann Educational Books, New York, 1979

Martin Jay, Sejarah Madzab Frankfurt; Imajinasi Dialektis dalam Perkembangan Teori Kritis, Kreasi Wacana, Jogjakarta, 2005

Max Horkheimer, Traditional and Critical Theory, dalam Paul Connerton, Critical Sociology, Middlesex, Penguin Books, England, 1976

Max Horkheimer, Dialektika Pencerahan, Ircisod, Jogjakarta, 2000

Sindhunata, Dilema Usaha Manusia Rasional : Kritik Masyarakat Modern oleh Max Horkheimer dalam Rangka Sekolah Frankfurt, Gramedia Jakarta, 1983


Tidak ada komentar:

Posting Komentar