03 Februari 2011

MUSIK POLPULER DALAM PERSPEKTIF KRITIS

OLEH : RIFQI K. ANAM
Sebagai salah satu bagian integral dalam kehidupan modern tidak bisa dilepaskan dari musik, Musik sebagai sebuah seni bisa dikatakan puncak agregasi daya kreasi, nalar, dan inspirasi manusia atas kondisi kemasyarakatan. Musik sebagai sebuah kebudayaan menyiratkan semgat peradaban yang dibangun saat itu. Tapi musik yang awalnya dianggap profan saat ini direduksi ke dalam komoditas dan budaya populer menjadikannya kehilangan aura dan sampai pada titik terendah musik muncul sebagai sebuah malapetakaitulah gagasan salah satu pemikir Mazhab Frankfurt, Theodor Ludwig Wiesengrund Adorno.
Adorno dilahirkan di Frankfurt, Jerman pada 1903 dengan Latar belakang keluarga yang cukup dekat dengan musik dan gaya kosmopolitan membuatnya memiliki. Adorno sedari kecil hingga remaja dikitari oleh lingkungan penuh musik membuatnya memiliki sense seni yang tinggi. Memasuki ranah universitas Adorno mendekati musik dengan sosiologis dan filsafat yang mendalam tentang musik karena kekecewaannya terhadap kondisi budaya pop yang semakin menggurita dan hegemoni kapitalisme dalam musik.
Permasalahan yang hendak diangkat adorno dalam konteks musik populer adalah musik populer tidak berisi musik secara mendalam tetapi hanya sebatas enak di dengan (easy listening) artinya musik populer telah kehilangan ruh dalam mengungkapkan realitas sosial yang mendasari musik itu. musik populer dihasilkan melalui dua proses dominasi industri budaya, yakni standarisasi dan individualitas semu. Standarisasi menyatakan tidak terlalu dipermasalahkannya orisinalitas, autentitas, sampai perkembangan musik secara keseluruhan. Standarisasi dalam menunjukkan musik populer mempunyai kemiripan dalam hal nada dan rasa antara satu dengan lainnya hingga dapat dipertukarkan1. Dengan kemiripan dalam berbagai hal, musik populer menjadikan musik populer bisa menjadi komoditas sendiri. Bersamaan dengan standarisasi dibentuk pula keinginan semu yang dijalankan demi membuat kabur rasa pribadi mengenai music yang seharusnya ada dalam diri individu dalam menikmati musik tetapi diarahkan pada pemujaan terhadap satu produk populer yang sedang tren. Akibatnya, selera pasar terdistorsi dari unsur seni dan budaya.
Selera musik individu terdistorsi oleh selera pasar sehingga musik bukan lagi tempat penyaluran rasa melainkan sebuah hirarki atas ke bawah yaitu dari industri musik ke penikmat musik. Terjadinya hubungan reifikasi yang memunculkan peran produsen-konsumen berlangsung nyaris tanpa cacat. Masyarakat bukan lagi penikmat musik, tapi buruh yang dieksploitasi sedemikian rupa dengan instrumen kebudayaan massa. Dan apa yang disebut Adorno sebagai homogenisasi, terutama dalam (komersialisasi) seni dianggap menjadi suatu keniscayaan oleh masyarakat
Dalam pandangan Adorno musik sudah tidak lagi merupakan suatu kohesi seperti halnya pada zaman romantik, karena itu di pandangan Adorno hanya pengungkapan subyektiflah yang masih memberikan kemungkinan membawa kebenaran secara isi.adorno menaruh harapan akan kemurnian subyektifitas musik ini tercermin dari keberpihakan Adorno terhadap seni dan filsafat tinggi.
Dalam menganalisa realitas musik populer Adorno menggunakan dialektika negatif artinya Adorno dalam melihat fakta-fakta music populer tidak sebagai indeks positif dari progresifitas masyarakat tapi sebagai negasi dari kebenaran yang dianut positif berkaitan dengan musik populer. Sederhananya dialektika negatif ingin mengkritisi terhadap kondisi masyarakat.
Tawaran Adorno adalah mencoba membandingkan musik klasik dan music populer dengan titik temunya adalah pembahasan mengenai standarisasi dan non standarisasi. Musik klasik dinilai sebagai musik yang mampu menjelaskan tantangan fetisisme komoditas karena musik klasik seperti Beethoven adalah musik serius yang meninggalkan komoditas2. Musik klasik dianggap mempunyai detail yang membuatnya berbeda satu sama lain serta dapat membangkitkan rasa individualitas masyarakat. Sementara itu, ketidakhadiran detail dalam musik pop dimaknai sebagai kerangka, yakni standarisasi terhadap musik-musik pop yang ada dan menentang prinsip-prinsip liberalitas karena tidak diperbolehkannya individu memilih musik yang lebih variatif dalam musik pop. Sebagai kesimpulan penutup bahwa musik populer yang ada saat ini secara kualitas detail hingga penghimpunan realitas masyarakat yang dituliskan dalam syair lagu sudah terdistorsi budaya populer sehingga musik populer telah kehilangan ruh deep music.
1 (Strinati. Populer: Pengantar Menuju Teori Budaya Populer. 2007: 73)
2 Lock Cit. hlm 74.
REFERENSI
Strinati, Dominic. 2007. Budaya Populer: Pengantar Menuju Teori Budaya Populer. Penerbit Jejak: Yogyakarta



Tidak ada komentar:

Posting Komentar