05 Februari 2011

BIAS GENDER PADA MASYARAKAT

 OLEH : RIFQI K. ANAM
     Teringat waktu semester 3, saat mengikuti salah satu perkuliahan dengan judul sosiologi pedesaan membuat pikiranku melayang pada hari ketika seorang teman sekelas mempresentasikan mengenai kondisi sebuah desa yang kaum pria-nya berkuasa hampir total atas kaum wanita ini menjadi suatu induksi kondisi masyarakat bahwa saat ini masyarakat sehingga seringkali menimbulkan berbagai penafsiran dan tanggapan yang sering kurang tepat tentang gender. Pemahaman mengenai gender menjadi sesuatu yang sangat penting artinya bagi semua kalangan, baik dalam pemerintahan, swasta, masyarakat maupun keluarga. Melalui pemahaman yang benar mengenai gender diharapkan secara bertahap diskriminasi perlakuan terhadap perempuan dapat diperkecil sehingga perempuan dapat memanfaatkan kesempatan dan peluang yang diberikan untuk berperan lebih besar dalam berbagai aspek kehidupan. Seringkali gender disamaartikan dengan seks, yaitu jenis kelamin laki-laki dan perempuan, sex sendiri berarti pembedaan jenis kelamin berdasarkan faktor – faktor biologis hormonal dan patologis sehingga muncul dikotomi laki – laki dan perempuan dimana ini berlaku secara universal dan tidak bisa dipertukarkan. Kodrat diartikan sebagai sifat bawaan biologis sebagai anugrah tugas yang mahaesa menyang yang tidak dapat berubah sepanjang masa dan tidak dapat ditukarkan yang melekat pada pria dan wanita.
     Pada masyarakat pedesaan yang masih buta gender meningkatkan diskriminasi gender yang ada. Pada masyarakat konsep gender tergantung budaya masyarakat tersebut tinggal sehingga gender bisa berubah – ubah berdasarkan pemahaman yang dalam masyarakat sehingga membentuk suatu konsep yang mutlak mengenai gender. Jadi konsep gender meliputi sifat dan perilaku yang melekat pada laki – laki dan perempuan yang dikontruksikan secara sosial maupun kultural. Perbedaan gender tersebut tergantung budaya dimana manusia tinggal sehingga mempengaruhi perilaku yang dilakukan oleh masyarakatnya dalam setiap sendi kehidupannya dan membuat perbedaan dalam pembagian kerja yaitu adanya pembagian kerja secara seksual.
Pemahaman konsep gender yang dimiliki oleh kaum perempuan di masyarakat desa bahwa manusia laki – laki adalah manusia yang tidak punya kesalahan dimata wanita, wanita menafsirkan bahwa laki – laki ditakdirkan menjadi pemimpin di muka bumi dan wanita hanya menjadi orang yang menemani laki – laki. Dari apa yang terjadi di dusun tersebut menyebabkan paham patriarki yang terus meningkat di masyarakat.
     Yang menjadi pokok permasalahan adalah masyarakat yang salah menginterpretasikan gender dalam konteks agama dimana memang secara kodrati ada pembedaan tetapi yang menjadi permasalahan kontruksi sosial di masyarakat. Karena masyarakat dusun badut terkontrusi bahwa laki – laki adalah makhluk yang superior dan wanita adalah makhluk yang lemah. Pemahaman gender yang keliru tersebut juga menyebabkan perempuan di daerah tersebut menerima apa saja yang terjadi pada kaum perempuan. Wanita hanya mampu bekerja di sektor domestik dikarenakan paham fatalistik, perempuan menganggap cukuplah menjadi ibu rumah tangga dan bukan persoalan rigid mengenai pendidikan karena pada akhirnya menuju dapur juga.
     Pandangan ini berpengaruh penting ketika kita membicarakan mengapa bias gender tradisional suka berubah. Ini merupakan ciri pokok masyarakat terorganisir sepanjang garis patriarkal di mana ada ketidaksetaraan (unequal) hubungan gender antara laki-laki dan perempuan. Menolak ketidakadilan gender (gender inequalities) merupakan sesuatu yang sangat mengancam karena berarti menolak seluruh struktur sosial; dan kini kita akan menelaah sebagian aspek dan dan sistem ini serta melihat bagaimana strukturnya, yang memberi hak-hak istimewa kepada laki-laki dengan mengorbankan perempuan : menjunjung tinggi perbedaan gender (gender differnces)
     Sebenarnya tidak ada lingkungan budaya yang membatasi definisi sosial gender atas adanya perbedaan biologis antar jenis kelamin. Namun karena dalam setiap budaya ada fungsi-fungsi universal yang harus dilaksanakan seperti mengasuh anak, mencari nafkah, mengambil keputusan, mengisi peran sebagai pemimpin, maka ada peran-peran sosial yang kemudian dikaitkan pada gender tertentu. Meskipun hal ini tidak berarti bahwa ada fungsi tertentu yang harus dilakukan oleh perempuan atau laki-laki, tetapi kalau suatu peran sudah dikaitkan dengan salah satu gender maka peran tersebut diberi makna simbolis tertentu. Kemauan politik pemerintah untuk mewujudkan kemitrasejajaran yang pada dasarnya merupakan sarana untuk kesetaraan hubungan gender masih perlu didukung oleh program-program dan tindakan nyata.
     Karena itu agar ketidakadilan sosial yang ada dalam masyarakat dapat berkurang maka diperlukan kesadaran kepada pembuat kebijakan agar dapat membuat kebijakan yang memberi kesetaraan terhadap perempuan dalam pembangunan atau women in development.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar