07 Februari 2011

ANALISA PERMASALAHAN PASAR DINOYO PERSPEKTIF KRITIS

OLEH : RIFQI K. ANAM
 
A. Latar Belakang
Pasar merupakan tempat aktivitas jual beli, dimana penjual menawarkan barang dagangan dan pembeli membeli barang tapi ternyata pasar juga merupakan salah satu ruang publik yang berfungsi sebagai perekat sosial dan proses distribusi informasi antara satu orang dan orang lainnya. Pasar yang dimaksud kan disini merupakan pasar tradisional memberikan kesempatan bagi sebagian masyarakat terutama dari golongan menengah kebawah memiliki ruang publik karena didalamnya terdapat interaksi sosial antara pedagang di pasar dan masyarakat sekitar sehingga menjadikan pasar sebagai ruang berbagi informasi bagi individu di dalamnya.
Pasar yang menjadi fokus penelitian disini adalah pasar dinoyo dimana pasar dinoyo merupakan salah satu pasar tradisional di Malang yang mempunyai keterkaitan sejarah dengan perkembangan sosial ekonomi masyarakat Malang. Masyarakat yang tinggal di sekitar Dinoyo lebih memanfaatkan pasar tradisional untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sehingga bisa dikatakan pasar dinoyo merupakan bagian penting minimal secara ekonomi bagi masyarakat dinoyo.
Banyak literatur menyatakan dalam pasar tradisional terdapat interaksi sosial beragam dari individu yang berkecimpung di dalamnya, baik dari masyarakat sekitar maupun dari pedagang pasar sendiri. Ikatan sosial yang terbangun dari intensitas pertemuan di pasar kemudian berubah menjadi struktur yang mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat dinoyo. Praktik sosial di pasar dinoyo yang dilakukan berulang misalnya terdapat warga yang tiap harinya membeli sayur di pasar dinoyo dan memiliki wlijo langganan maka kemungkinan yang bisa terjadi individu tersebut selain ke pasar untuk memenuhi keperluan dapur juga untuk bertemu dengan pedagang langganan untuk berkomunikasi dan bertukar informasi (bisa gosip). Dalam penelitian Rachmad K Dwi Susilo (2010) dinyatakan terdapat 32% dari sampelnya terdapat keperluan lain dari masyarakat selain membeli barang, seperti: jualan, menyetok barang, jalan-jalan, menabung, nongkrong, narik becak, mencari teman, bekerja sebagai tukang parkir, rekreasi dengan anak, mengambil sampah, memulung plastik dan ngojek. Ini yang menjadi subtansi pasar tradisional sebagai ruang publik bagi masyarakat terutama masyarakat kelas menengah kebawah.
Kondisi saat ini telah beredar wacana penggusuran pasar dinoyo dan akan digantikan sebuah atau mall. Permasalah disini adalah kalimat “modernisasi pasar yang membentuk pasar modern” dimana pasar dinoyo dianggap sangat kumuh dan tidak memiliki sisi estetika sama sekali, padahal sekali lagi pasar dinoyo merupakan ruang yang tidak hanya berfungsi sebagai penjual menjual barangnya dan pembeli membeli barang kebutuhan malinkan difinisi sosial dari pasar merupakan interaksi sosial tiap individu di ruang publik. Sialnya, pihak pemerintah telah menjadi komprador kapitalisme sehingga melakukan perubahan pasar tanpa komtemplasi sosial, mengenai dampak sosial yang terjadi dengan adanya mall.
Dengan membaca analog kejadian tersebut sebenarnya bisa diartikan terdapat paksaan mengenai apa yang baik dan apa yang tidak baik, apa yang pantas dan tidak pantas bagi masyarakat bahwa agresi keberadaan Pasar Modern atau mall lebih baik dari pada pasar tradisional dengan rasionalisasi mall telah menjadi tuntutan dan konsekuensi dari gaya hidup modern yang berkembang di masyarakat.
Apakah gaya hidup modern tersebut memang murni kemauan masyarakat yang atau adalah bentuk paksaan yang ditoleransi oleh masyarakat? Berangkat dari pertanyaan tersebut penulis sedikit melakukan penelitian wawancara kecil-kecilan untuk sedikit menguak tabir dominasi yang terjadi pada masyarakat dinoyo. 
 tulisan ini memfokuskan dalam  pembacaan Dominasi penguasa dalam kaitannya modernisasi pasar. diharapkan analisa dari penelitian ini dapat memberikan manfaat. Manfaat dalam penelitian ini adalah: Memberikan emansipasi kritis permasalahan modernisasi pasar dinoyo kepada pedagang pasar dinoyo.
B. Cara Mendapatkan Data
Berdasarkan pada tujuan dan sasaran penelitian seperti yang telah dipaparkan diatas, maka dalam hal ini penulis menggunakan teknik pengumpulan berupa wawancara. Wawancara merupakan teknik pengumpulan data dalam penelitian dengan melakukan tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara langsung. Wawancara merupakan suatu bentuk komunikasi verbal yang bertujuan untuk memperoleh informasi, dengan wawasan peneliti mendapat data melalui kontak atau hubugan pribadi. Wawancara dilakukan dengan cara terbuka (Open Interview) dimana Informan dapat bebas dalam menentukan jawabannya sesuai dengan topik dan panduan pertanyaan yang sudah disediakan oleh peneliti. Dalam hal ini sebagai informan yaitu sebagaian kecil pedagang pasar dinoyo yaitu berjumlah lima orang.
C. Teori yang digunakan
Manusia Satu Dimensi (Herbert Marcuse)
Herbert Marcuse merupakan salah satu pionir dalam pembentukan teori kritis mazhab Frankfurt. Tulisan Herbert Marcuse yang berjudul “Manusia Satu Dimensi” merupakan master piece dari beliau dimana disitu Marcuse menggambarkan manusia modern yang hanya punya satu pilihan meski dihadapnnya banyak alternatif. Namun, alternatif-alternatif tersebut sebenarnya semu karena pilihan yang sesungguhnya telah “dipilihkan” sistem yang ada, manusia telah menjadi seperti mesin karena hanya mempunyai satu pilihan dalam hidup yaitu berdasarkan rasionalitas teknologi.
Manusia modern telah terjebak pada kebutuhan palsu mereka dimana kebutuhan palsu dan kebutuhan sejati dapat dibedakan. "Palsu" adalah mereka yang dilapisi dengan pada individu sosial tertentu oleh kepentingan-kepentingan di represi kebutuhan yang melestarikan keras, agresivitas, penderitaan, dan ketidakadilan. kepuasan mereka mungkin paling memuaskan untuk individu, tetapi kebahagiaan ini bukan suatu kondisi yang harus dijaga dan dilindungi jika itu berfungsi untuk menangkap pengembangan kemampuan (sendiri dan orang lain) untuk mengenali keseluruhan penyakit dan menangkap kemungkinan menyembuhkan penyakit. Hasilnya kemudian euforia dalam ketidakbahagiaan. Sebagian besar dari kebutuhan yang berlaku untuk bersantai, bersenang-senang, untuk berperilaku dan mengkonsumsi sesuai dengan iklan, untuk mencintai dan membenci apa yang orang lain cinta dan benci, termasuk dalam kategori kebutuhan palsu. Kebutuhan tersebut memiliki kandungan sosial dan fungsi yang ditentukan oleh kekuatan eksternal dimana individu tidak memiliki kendali, pengembangan dan kepuasan kebutuhan ini heteronomous tertentu. Tidak peduli bagaimana seperti banyak kebutuhan bisa memiliki individu menjadi sendiri, direproduksi dan dibentengi oleh kondisi keberadaannya, tidak peduli berapa banyak ia mengidentifikasi diri dengan mereka dan menemukan dirinya dalam kepuasan mereka, mereka terus menjadi apa yang mereka sejak awal - produk dari masyarakat yang dominan sebagai tuntutan represi.
Prevalensi kebutuhan represif adalah fakta yang dicapai, diterima dalam ketidaktahuan dan kekalahan, tapi fakta yang harus dibatalkan untuk kepentingan individu bahagia serta semua mereka yang kesengsaraan adalah harga kepuasan itu. Kebutuhan-satunya yang memiliki klaim wajar tanpa pengecualian untuk kepuasan adalah orang-orang penting - makanan, pakaian, penginapan di tingkat dicapai budaya. Kepuasan dari kebutuhan ini adalah prasyarat untuk realisasi semua kebutuhan, dari tersublimasi serta yang disublimasikan.
Untuk setiap kesadaran dan hati nurani, untuk setiap pengalaman yang tidak menerima kepentingan masyarakat yang berlaku sebagai hukum tertinggi pemikiran dan perilaku, alam semesta mapan kebutuhan dan kepuasan adalah fakta yang dipertanyakan - dipertanyakan dalam hal kebenaran dan kepalsuan. Istilah-istilah ini adalah sejarah di seluruh, dan obyektifitas mereka adalah sejarah. Penilaian kebutuhan dan kepuasan mereka, di bawah kondisi tertentu, melibatkan standar prioritas - standar yang mengacu pada perkembangan individu yang optimal, semua individu, di bawah pemanfaatan optimal dari bahan intelektual dan sumber daya yang tersedia untuk manusia. Sumber daya yang diperhitungkan. Kebenaran dan "dusta" kebutuhan kondisi obyektif menunjuk ke sejauh mana kepuasan universal dari kebutuhan vital dan, di luar itu, pengentasan progresif kerja keras dan kemiskinan, standar yang berlaku universal.
Teknologi juga menyediakan rasionalisasi besar dari ketidakbebasan manusia karena semua harus diukur berdasarkan rasionalitas dan menjadikan manusia semakin jauh dari sifat otonomnya sebagai manusia mulai dari kebutuhannya akan teknologi sampai merubah cara pikir menjadi satu dimensi rasional ini yang menentukan sendiri kehidupan satu dimensi. Untuk ketidakbebasan ini muncul tidak sebagai irasional, tetapi lebih rasional karena memperbesar kenyamanan hidup dan meningkatkan produktivitas kerja yang implikasinya pada keseluruhan subyek dan obyek di alam semesta hanya menjadi instrumentalis terbuka pada masyarakat totaliter rasional.
Nurani manusia modern telah dihilangkan untuk memenuhi hasrat kekuasaan kekuatan modal-finansial. Menegaskan diri sebagai makhluk teknologi. Sungguh suatu arus politik yang berseberangan dan katasthrofis dengan fitrah manusia sebagai makhluk sosial yang berbudi luhur dan digantikan cara rasio teknologis yang hanya mementingkan diri sendiri di atas kesejahteraan sosial.
D. Hasil dan Analisa
1. Analisa wawancara dari informan Dion
Dion adalah orang asli dinoyo RT 3 RW 3 yang berjualan pisang di pasar dinoyo (menurut peneliti kisaran umurnya 25-28 lah), dia punya banyak teman di pasar dinoyo sehingga akses informasi lumayan dimiliki olehnya. Berkaitan dengan rencana Pemkot Malang akan merelokasi pasar dan pedagangnya dion merasa keberatan dengan hal tersebut, kata dia “nek ate dipinda yok ojok ta, polane pasar dinoyo wes jadi jantung dinoyo opo maneh wong sedino dino urep ning pasar saya mas” ditafsirkan oleh peneliti terdapat dua hal mendasar yang menjadi titik masalah yang dialami oleh dion, pertama, secara sejarah pasar dinoyo telah menjadi entitas penting dari masyarakat dinoyo selain sebagai tempat berjualan juga sebagai ruang publik yang penting bagi masyarakat. Kedua, adalah pasar dinoyo sebenarnya telah berperan penting dalam membantu masyarakat dalam memperoleh nafkah hidup sehingga pasar dinoyo bisa dikatakan tidak kalah dengan mall dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi masyarakat lokal. Lebih lanjut peneliti bertanya mengenai alasan lain , dion menjawab dia sudah nyaman di pasar dinoyo, dimana dia menyebut pasar dinoyo adalah “jantung” dinoyo. ditambahkan kalau jadi dibanmgun mall akan mengakibatkan matinya usaha kecil samapi radius beberapa kilo meter.Pembangunan mall dianggap merugikan pedagang kecil oleh karena itu dion berharap pasar tidak diganti mall tetapi dibeberin biar tidak semrawut, mungkin di tata ulang tetapi bukan direlokasi.
2. Analisa wawancara dari informan Hidayatullah
Hidayatullah adalah orang madura yang berjualan bakso di pasar dinoyo (menurut peneliti kisaran umurnya 45-50 tahunanlah), menurut peneliti pak hidayatullah adalah orang yang sangat taat (sepertinya lulusan pondok pesantren karena pembicaraan dengannya selalu mengacu pada hadist). Berkaitan dengan rencana Pemkot Malang akan merelokasi pasar dan memindahkan pedagang, pak hidayatullah sangat mengutuk katanya”Bapak peni yang dipilih rakyat itu semoga sadar, anak-anaknya kalau pasarnya di jual ke investor, anak-anaknya makan apa, apa gak dipikirkan. Saya sudah juyalan disini 20 tahun dan tidak ada masalah kok katanya mau dibangun mall, ada mall gak papa tetapi jangan mall dulu baru pasar tetapi pasar dulu baru mall, bisa mati klo sudah mall di depan baru pasar, klo gitu kebelakang (pasar) untuk kencing Cuma. Yang kedua kalau mau di ubah tolong jangan mengganti nomor bedak, kemudian kalau ditata lebih rapi saya setuju”
Yang menjadi pokok permasalahan disini adalah tidak tersedianya ruang publik yang luas bagi pedagang, seperti yang disampaikan “mas, disini pedang tidak pernah satu kalipun di ajak bicara mengenai pemindahan pasar, mboh nanti mau dipindah atau gimana tidak ada pemberi tahuan padahal kami sudah kirim surat ke walikota bapak peni itu, tapi tidak ada tanggapan mungkin di bakar suratnya, ya kami pas lapor ke gubernur nah disana ada tanggapan kalau pak gubernur tidak setuju dengan maksud peni, jadi biar dicewer kupingnya”
Pak hidayatullah disini sangat tidak setuju dengan pembangunan mall dimana beliau menganggap pasar modern itu lebih buat orang konsumtif dan pasar tradisional tidak lebih buruk dari mall menurutnya, dan arti dari pembangunan/modernisasi pasar ini bukan diganti mall tapi perbaikan struktur dan infrastruktur pasar, misal soal pembuangan sampah.
3. Analisa wawancara dari informan Zainul
Pak Zainul (umur 29 thn) adalah bapak kos peneliti di temui sekitar jam 8 malam pada hari minggu tanggal 31 okt waktu sedang jaga toko, pak zainul adalah seorang pedangang eceran dan grosir yang kulakan dari pasar dinoyo, katanya beliau memiliki teman akrab di pasar dinoyo. Beliau sutuju deangan relokasi pasar karena dapat mengurangi beban kemacetan pasar dinoyo karena menurutnya dinoyo sampai radius sekitar 7 KM kalau macet karena pasar dinoyo macet.beliau berpendapat inti dari relokasi pasar dinoyo untuk menghindari kemacetan tersebut jadi beliau setuju dengan relokasinya. Tetapi beliau secara terbuka menyatakan tidak setuju bila setelah pasar di relokasi malah akan dibangun mall karena menyebabkan atmosfer keilmuan yang tidak kondusif mengingat disana terdapat UNISMA sehingga mengakibatkan masyarakat yang semakin konsumtif. Berdasar wawancara yang dilakukan peneliti Pak Zainul menganggap pasar tradisional Dinoyo lebih baik dari mall karena mall membuat masyarakat konsumtif berbeda dengan pasar tradisional masyarakat dapat berinteraksi di pasar.
4. Analisa wawancara dari informan Amin
Pak Amin berjualan kebutuhan sehari hari seperti sabun, odol. Dia berda di lantai dua pasar, dia mengetahui berita relokasi pasar tersebut dari teman-temanya bahwa katanya mau ada relokasi, dan pak amin tidak setuju, katanya “Total ada 1.441 pedagang. Kalau semua dipindahkan ke merjosari, jelas tidak akan muat. Dan meski nanti dikabarkan akan dibangun 3-4 lantai, tetap kami tolak. Karena pedagang di lantai atas jelas tidak akan laku,?” ini yang menjadi pertimbangan pak darman karena beliau ada di lantai dua takutnya nanti malah ditaruh dilantai yang lebih tinggi maka barangnya untuk berjualan makin tidak laku. Yang pasti bapak darman inginkan adalah jika dipindahkan nomor bedaknya tidak akan dipindahkan. Menurut penulis kembali kepada rasa aman ontologis tadi dimana pedagang sudah nyaman dengan kondisi yang ada dan dapat memprediksi jalannya perdagangan namun ketika dilakukan relokasi mau tidak mau pedagang harus mengatur siasat kembali agar dapat mempeoleh kembali langganan artinya muncul rasa khawatir mengenai apa yang akan terjadi bila terjadi pemindahan dengan konsekuensi muunculnya ketidak pastian yang lebig besar dari perdagangan yang dilakukan.
5. Analisa wawancara dari informan Darman
Darman adalah tukang parkit di timur pasar, darman sangat tidak setuju karena areal relokasi pasar yang masih lumpur dan lagi lahan untuk parkirnya tidak bisa di prediksi, sebagai juru parkir darman sangat keberatan dengan dipindahkannya pasar dinoyo tetapi bila terjadi harapannya lahan parkir bisa optimal. Mengenai pembangunan mall darman merasa keberatan karena area parkir untuk mall lebih besar bila dibandingkan dengan pasar. Ini tentunya akan memakan tanah warga beliau manganggap pasar tradisional lebih baik karena bisa menemui banyak orang sehari-harinya tanpa harus dibatasi berpakaian bagus selayaknya ke mall. Intinya informan Darman tidak setuju dengan pembangunan mall.
Analisa Teori One Dimensional Man
Manusia satu dimensi dalam tulisan ini adalah para penguasa telah terjebak pada satu dimensi rasionalitas yaitu modal finansial . Berpikir seperti mesin. Segalanya Instrumentalisas dimana manusia dipandang dan dihargai sejauh dapat dikuasai, digunakan, diperalat, dimanipulasi dan ditangani dan dibuang bila sudah tidak berguna. Benar-benar seperti menggunakan mesin. Pasar tradisional yang tidak hanya berfungsi sebagai tempat jual beli tetapi juga ruang publik masyarakat golongan menengah ke bawah , dianggap tidak layak lagi oleh penguasa karena tidak terlalu menguntungkan akan digadaikan menjadi menara-menara menjulang sehingga menjadi homogenisasi kebudayaan yang katanya kebudayaan modern.
Fokus analisis dari penelitian ini adalah masyarakat yang mengalami homogenisasi kebudayaan karena dominasi penguasa, dominasi yang yang terjadi dikarenakan pemimpin terjebak pada pola pikir teknologis yang hanya mengacu pada hasil yang terjadi muncullah watak-watak kalkulatif, ketika dirasa menguntungkan maka dilakukan dan bila tidak menguntungkan akan diabaikan, pemimpin meniadakan permasalahan ketika tidak menguntungkan, tidak mau tahu dengan keadaan yang lainnya dan cenderung untuk tidak peduli sama sekali dengan pergumulan yang sedang terjadi dalam masyarakatnya. Permasalahan disini adalah pemaksaan bentuk pasar berupa mall kepada pedagang pasar tradisional karena dianggap mengganggu lalu lintas kota .
Tidak ada lagi ruang bagi keunikan, semua ditangani berdasarkan rasionalitas yang tidak rasional karena semuanya merupakan paksaan tetapi indivu mentolerirnya dengan alasan modernisasi. Pasar tradisional menyimpan berbagai keunikan masyarakat tradisional, gameinschafft masyarakat yang guyub tidak lagi lagi dapat ditemui di dalam mall, tidak ada yang jual jamu keliling, tidak ada interaksi antar pembeli dan penjual karena semua harga sudah ditetapkan tanpa ada proses tawar menawan sangat is nothing.
Manusia menciptakan, memanipulasi dan memeralat benda-benda, alam serta mesin-mesin, untuk memudahkan hidupnya. Di saat yang sama, hal itu juga berlangsung di wilayah politik dansosial. Di sinilah manusia dan masyarakat tak terkecuali berada dalam penguasaan dan manipulasi teknologi. Oleh karena itu kita perlu mennegativkan kembali apa modernisasi itu selalu baik? Ketika semua menjadi satu dimensi modern, maka modern tidak ada artinya karena tidak ada tradisional. Modernisme pasti juga memiliki efek-efek bawaan yang negatif misalnya konsumerisme, oleh karena itu kita harus meninjau kembali identitas yang dianggap lebih baik dari identitas yang lain tidak bisa digeneralisasi malinkan terdapat perbedaan lokal yang menjadi keunikan. Sehingga tidak hanya terbentuk satu dimensi saja dari manusia dan masyarakat.
Manusia memiliki multi Dimensi dari yang paling mendasar, seperti manusia sebagai mahluk yang memiliki motivasi, kesadaran, kebebasan, agresi, dan sebagainya. Tetapi kemudian tercemari dengan pengingkaran multi deminsi manusia karena dimensi yang lain tidak bisa dikalkulasi yang muncul adalah Instrumentalisasi pemikiran. Teknologi mengkungkung manusia sehingga manusia berjalan sebagaimana teknologi. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah tulisan berjudul “Dari Negatif untuk Berpikir Positif: Rasionalitas Teknologi dan Logika Dominasi”
“Masyarakat direproduksi sendiri dalam ansambel teknis tumbuh hal-hal dan hubungan yang mencakup pemanfaatan teknis manusia - dengan kata lain, perjuangan untuk eksistensi serta eksploitasi manusia dan alam menjadi semakin lebih ilmiah dan rasional. Makna ganda "rasionalisasi" relevan dalam konteks ini. Manajemen ilmiah dan ilmiah pembagian kerja sangat meningkatkan produktivitas, politik, dan budaya perusahaan ekonomi. menghasilkan standar hidup yang lebih tinggi. Pada saat yang sama dan dengan alasan yang sama, perusahaan ini rasional menghasilkan pola pikiran dan perilaku yang dibenarkan dan membebaskan bahkan merusak dan menindas banyak fitur dari perusahaan. Teknis rasionalitas Ilmiah dan manipulasi bersama menjadi bentuk-bentuk baru kontrol sosial. “
Prinsip-prinsip ilmu pengetahuan modern yang a priori disusun sedemikian rupa sehingga mereka bisa melayani sebagai instrumen konseptual untuk alam semesta mendorong diri, kontrol produktif; operationalism teoritis datang ke sesuai dengan operationalism praktis. Metode ilmiah yang mengarah pada-lebih-efektif yang pernah dominasi alam sehingga datang untuk memberikan konsep-konsep murni serta sarana untuk-lebih-efektif yang pernah dominasi manusia oleh manusia melalui dominasi alam. Teknologi juga menyediakan rasionalisasi besar dari ketidakbebasan manusia dan menunjukkan "teknis" kemustahilan menjadi otonom, menentukan sendiri kehidupan satu. Teknologi rasionalitas sehingga melindungi daripada membatalkan legitimasi dominasi, dan cakrawala instrumentalis alasan terbuka pada masyarakat totaliter rasional:
Di sinilah manusia dan masyarakat tak terkecuali berada dalam penguasaan dan manipulasi teknologi. Selain instrumentalisasi, manusia juga terdominasi dengan istilah operasionalisasi. Permasalahan dalam bingkai teknologis ini hanya dapat diselesaikan jika operasional. Ketika terdapat permasalahan pedagang pasar dinoyo tidak setuju dengan penggusuran pasar, yang dilakukan pemerintah malah menganggap keluhan ini terlalu kabur. Karanenya perlu dioperasionalisasikan. Artinya, perlu diterjemahkan dalam situasi dan tingkah laku yang konkrit.
berarti harus disediakan tempat baru yang layak, diberi suntikan modal, masalah atau kesukaran disingkirkan tanpa mengubah struktur masyarakat. Sistem tetap dipertahankan. Marcuse mengungkapkan, yang terjadi bukanlah manusia menindas manusia lainnya, golongan tertentu menindas golongan lainnya. Tak ada lagi orang atau golongan yang ditunjuk sebagai penindas. Melainkan terdapat suatu sistem totaliter yang menguasai semua orang, seluruh realitas alamiah dan sosial. Tak ada orang yang dapat memengaruhi sistem anonim itu. Sistem yang tampak dalam segala bidang ini, menonjolkan diri baik di negara-negara maju maupun di negara berkembang.
I. Kesimpulan
Masyarakat modern adalah masyarakat berdimensi satu. Pemikiran yang mereka praktikan pun adalah pemikiran berdimensi satu. Mereka tak mengenal betul adanya oposisi ataupun alternatif. Kondisi ini bisa dilihat dari fenomena partai-partai politik, yang seolah menawarkan berbagai perbedaan dan perubahan. Tapi kenyataannya, secara praksis tak ada bedanya antara partai satu dengan yang lain. Tak terkecuali dengan partai yang memiliki dasar ideologi sangat berlawanan. Semua telah menjadi mekanisme yang mengumpulkan suara-suara, supaya sejumlah elit politik dapat memertahankan kekuasaannya. Pemikiran berdimensi satu secara sistematis telah menjalar pada para kepala politik dan penguasa. Mereka menguasai media massa. Manusia modern diindoktrinasi dengan slogan-slogan yang didikte begitu saja.
Perbedaan antara paham besar dunia, yakni sosialisme dan kapitalisme menjadi sangat tipis sekali. Sistem totaliter teknologis telah menguasai keduanya, yang ditentukan oleh trio yang terdiri dari ekonomi – politik – ilmu pengetahuan. Pada kedua belah pihak, trio tersebut telah bekerja keras menghasilkan persenjataan yang dahsyat. Apalagi, keduanya juga saling membutuhkan satu sama lain, supaya masing-masing terus bertahan. Persenjataan dibuat dengan tujuan agar tak ada pertempuran. Sehingga antara perdamaian dan peperangan memiliki hubungan erat.
Menurut Marcuse, ini bukti bahwa masyarakat modern secara fundamental bersifat rasional dalam bagian-bagiannya, tapi irasional secara keseluruhan.
kekerasan tak lain daripada civil disobidience.
Daftar Pustaka
Agger,B. 2005. Teori Sosial Kritis. Yogjakarta. Kreasi Wacana
http://www.marxists.org/reference/archive/marcuse/works/one-dimensional- an/index.htm
http:// one dimensional man\one-dimensional-man-atau-manusia-satu.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar