10 Februari 2011

Pemikiran Filsafat Kritis Kant

Oleh: Rifqi Khairul Anam

Latar belakang Kant dari keluarga yang menganut paham pietisme kuat dimana kant diasuh dengan nilai-nilai ketekunan, kejujuran, kesalehan yang begitu taat.pola asuh ini yang membangun Kant sebagai filsuf yang menjunjung tinggi kewajiban. Kaum pietisme merupakan sekte Ini yang berorientasi metodis dengan orientasi etik yang mendalam dan tidak terlalu terkungkung dalam dogmatisme teologis.
Membicarakan Kant sesungguhnya tidak lepas dari pusaran arus pemikiran yang melingkupinya dimana terdapat Skeptisisme Empiris Hume dan Rasionalisme Descartes . persoalan yang mereka perdebatkan adalah epistemologi masing-masing dalam menentukan bagaimana ilmuwan dapat melepaskan diri dari batas-batas pikiran manusia. Kemudian segera dapat diketahui bagaimana isi pikiran kita demi mendapatkan pengetahuan dari luar kita. Kant berpendapat bahwa pada kedua metode dan isi argumen filosofis tersebut, masih terdapat kekurangan yang cukup serius.
Demi tujuan itu, kaum empiris menyempurnakan hal ini lewat pengertian dan alasan posteori. Alasan posteori bergantung pada pengalaman atau kejadian-kejadian yang menyatu dalam dunia agar bisa memberikan informasi. Pengalamanlah yang yang menjadi sumber pengetahuan, baik pengalaman lahir maupun pengalaman batin.
Sebaliknya, kaum rasionalis berusaha menggunakan alasan a priori dalam membangun dasar pengetahuan manusia. Sebagai lawan dari posteori alasan a priori justru tidak bergantung pada pengalaman untuk menginformasikan
Kaum empirisme berpendapat bahwa pengetahuan manusi mula mula ada dalam perasaan kita, John Locke slah satu pemikir empirisme berpendapat bahwa pikiran layaknya batu tulis kosong yang akan menjadi penuh ketika ide-idenya berdialektika dengan dunia luar, meneruskan, Sir david Hume menegaskan kita tidak dapat menyediakan penilaian a priori dan a posteori dalam sejumlah keyakinan kita, seperti, objek dan subjek identik tetap berlangsung sepanjang waktu”, atau “setiap kejadian harus memiliki sebab”. Menurutnya pengetahua adalah pengalaman yang diperoleh seseorang. Misal, ketika seseorang memegang es batu, tanganya mearasa dingin, jadi disi pengalaman yang menginternalisasi pengetahuan.
Melihat Kaum rasionalis melakukan pendekatan dari tentan pengetahuan manusia dari sisi lain. Mereka berharap bisa lepas dari batasan epistemologis pikiran dengan mengkontruksi pengetahuan dunia luar, kedirian (the self), jiwa, tuhan. Leibniz berpikiran bahwa dunia dapat dipahami dengan rasionalisasi, dengan a priori, lewat analisa ide melalui legika-logika.
Sekalipun pengetahuan manusi itu dikembanagkan lebih lanjut lewat pengalaman, tetapi pengalaman bukan sumber pengetahuan. Ia hanya tingkat perdana pengetahuan akali, yang dapat dinyakan dengan alasan, rasionalisme mengangkat banhwa sumber pengetahuan yang sejati adalah akal budi. Descarte mempercayai bahwa rasionalisme merupakan kebenaran sejati, dengan jargon “saya berpikir karena itu saya ada” yang menjadi tandingan skeptissisme yang meragukan kebenaran di dunia.
Dimana posisi Kant ? Kant menyimpulkan bahwa pengetahuan berasal dari pengalaman maupun akal pikiran. Akal pikiran mengatur kesan-kesan yang datang pada manusia dari dunia empiris dalam ketegori waktu, ruang, sebab, akibat, dan sebagainy. Dengan cara demikian, kenyataan distrukturkan oleh akal pikiran. Akal pikiran menghubungkan gejala-gejala sesuai dengan norma-norma yang ada dalam akal pikiran jadi dalam pandangan ini, manusia memberikan hukum-hukum kepada alam. Dunia yang dipahami manusia hanyalah yang diolah dalam pikirannya. Realitas obyektif diketahui hanya sejauh ia menyesuaikan struktur penting akal pikiran.fenomena dirasakan dan bentuk bentuk dasar dari sensibility. Ruang dan waktu membentuk kategori-kategori pemahaman. Kategori-kategori kausalitas dan substansi merupakan sumber-sumber dari segala struktur fenomena.
Kritisisme
Berbeda dengan empirisme yang mengunakan verivikasi, kant mengecek kebenaran pengetahuan dengan menggunakan asas-asas a priori dari diri subjek . kemudian asas ini diterapkan kepada objek-objek dari dunia luar. Cara berfikir filsafat ini dikenal dengan transendentalisme.dengan kata lain sebuah proyek pengetahuan dikatakan transendentalisme kalau memusatkan diri pada kondisi murni dari dalam diri subyek pengetahuan. Dalam kaitan ini bisa dikatakan Kant pendukung gagasan Sosial idealis tetapi jika dikaji lebih mendalam kant sesungguhnya berada diposisi tengah antara empirisme dan rasionalisme.
Kritisisme Kant merupakan lawan dari dogmatisme, jioka dogmatisme begitu sja menerima kemampuan rasio tanpa menguji batas batasnya maka kritisisme menguji lebih dahulu batas-batas rasio sebelum memulai penyelidikan. Dengan begitu dipahami kritisisme dipahami sebagai sebagai pengadilan tentang kesahihan pengatahuan. Dengan kata lain kant lebih condong gagasan filsafat yang menekankan pada proses dan cara, bukannya langsung menyetujui inti persoalan.



07 Februari 2011

GERAKAN MAHASISWA SEBAGAI GERAKAN PEMBERDAYAAN DAN IDENTITAS

OLEH : RIFQI K. ANAM

Keberadaan mahasiswa di tanah air, terutama sejak awal abad ke dua puluh, dilihat tidak saja dari segi eksistensi mereka sebagai sebuah kelas sosial terpelajar yang akan mengisi peran-peran strategis dalam masyarakat. Tetapi, lebih dari itu mereka telah terlibat aktif dalam gerakan perubahan jauh sebelum Indonesia merdeka. Sebagai anak bangsa yang secara sosial mendapat kesempatan lebih dibandingkan dengan saudaranya yang lain, mahasiswa kemudian menjadi penggerak utama dalam banyak dimensi perubahan sosial politik di tanah air pada masanya. Aktivitas mahasiswa yang merambah wilayah yang lebih luas dari sekedar belajar di perguruan tinggi inilah yang kemudian populer dengan sebutan “gerakan mahasiswa”.
Dalam perjalanan yang begitu panjang gerakan mahasiswa seakan tak pernah absen dalam menanggapi setiap upaya depolitisasi yang dilakukan penguasa. Terlebih lagi, ketika maraknya praktek-praktek ketidakadilan, ketimpangan, pembodohan, dan penindasan terhadap rakyat atas hak-hak yang dimiliki tengah terancam. Kehadiran gerakan mahasiswa sebagai perpanjangan aspirasi rakyat dalam situasi yang demikian itu memang amat dibutuhkan sebagai upaya pemberdayaan kesadaran politik rakyat dan advokasi atas konflik-konflik yang terjadi vis a vis penguasa. Mahasiswa yang juga disebut Agent Of Change harus memainkan peran sebagai pendobrak atas permasalahan yang tertjadi dalam masyarakat, gerakan mahasiswa lebih banyak mengacu pada panggilan nurani atas keperduliannya yang mendalam terhadap lingkungannya serta agar dapat berbuat lebih banyak lagi bagi perbaikan kualitas hidup bangsanya.
Ditengah pergulatan budaya mahasiswa hedonis, gerakan mahasiswa harus mendapatkan kembali momentum untuk kebangkitan sebagai kepeloporannya sebagai "pembela rakyat" serta keperduliannya yang tinggi terhadap masalah bangsa dan negaranya yang dilakukan dengan jujur dan tegas. Keadaan ini sangat dimungkinkan karena posisi mahasiswa yang dianggap netral dan belum bersentuhan langsung dengan berbagai kepentingan politik praktis. Selain itu, sebagai kaum muda yang memiliki posisi sebagai calon intelektual, maka peran sebagai penggagas ide awal, baik di tingkat praksis maupun wacana, menjadi sangat signifikan.
Gerakan mahasiswa dalam setiap kurun sejarah selalu mampu menempatkan dirinya menjadi prime mover terjadinya perubahan politik pada suatu negara misalnya gerakan mahasiswa tahun 1966 yang meruntuhkan Orde Lama dan menopang lahirnya Orde Baru hingga gerakan penggulingan rejim orde tersebut pada 1998 lalu menunjukkan peran mahasiswa yang signifikan dalam perubahan sosial politik di tanah air dengan adanya gerakan mahasiswa yang memperjuangkan kepentingan rakyat terimplementasi lewat aksi-aksi mereka yang bersifat massif politis telah terbukti menjadi katalisator yang sangat penting bagi penciptaan gerakan rakyat dalam menentang kekuasaan tirani.



MENSIASATI HIDUP SECARA SOSIOLOGIS

OLEH : RIFQI K. ANAM

Dalam kehidupan sosial terdapat watak tersendiri (sui generis) dan otonom oleh karena itu mau tidak mau individu harus dapat menyesuaikan dengan kehidupan sosial tersebut. Aturan – aturan sosial yang ada dalam kehidupan memaksa individu untuk mengikuti aturan yang ada, sekali saja kita menolak atau melawan aturan yang ada maka kekuatan tersebut akan menunjukkan taringnya.
Melambungnya harga BBM, kemudian naiknya harga kebutuhan sehari – hari sungguh mencekik dan kita hanya kita bisa menerima dengan sabar, apakah kita bisa menolaknya ? Berteriak – teriak, menangis atau protes ? Tetapi tidak ada daya kita, harga – harga tersebut tetap naik, dan tentunya kita tetap membutuhkan barang- barang pokok tersebut. Kemanakah kita harus mengadu ? jawaban dari permasalahan ini sangat sulit kita jawab meskipun itu seorang profesor sekalipun, kita yang belum terampil menjawab malah akan nekat malakukan tindakan yang tidak diperbolehkan agar dapat melewati permasalah yang melingkupi kita ini.
Anehnya, meskipun terdapat banyak persoalan kehidupan tetap ada orang – orang yang berhasil mensiasati hidup, mereka dapat membaca irama kehidupan sehingga dapat tetap survive, ibarat mendengar alunan musik mendengar alunan musik, ketiak irama hidup keras, mereka mempercepat langkah. Ketika, irama hidup mendayu – dayu, merekapun menyesuaikan mendayu – dayu. Sehingga orang - orang tersebut mampu mampu mengakrabi hidup dan keluar sebagai pemenang.
Kecerdasan yang dimiliki orang – orang sukses tersebut sebenarnya dibentuk dari kebiasaan malakukan oleh orang yang pernah gagal karenanya penulis mengajukan corak kecerdasan sosiologis sebagai bimbingan hidup dengan didasarkan pada hukum – hukum sosisologis dimana lewat kecerdasan sosiologis ini, individu mampu menginternalisasikan hukum – hukum masyarakat dalam diri mereka sehingga dapat berperilaku cerdik dalam mensiasati hidup.
Dalam memahami kecerdasan orang – orang sukses ini penulis menggunakan berbagai berbagai paradigma sosiologi dalam mengkaji setiap tokoh sukses tersebut, disini penulis memaparkan teori – teori sosiologi yang direduksi menjadi bahasa keseharian yang diselingi dengan contoh – contoh individu sukses dan sesuai dengan tema tema yang dibahas. Buku ini tersaji dan diperkaya pengalaman tokoh – tokoh yang berhasil memanfaatkan peluang dalam kehidupannya. Selain itu, agar pembaca dapat memahami teori – teori sosial sosial yang sangat lekat dengan diri kita tapi kita tidak tahu. Buku setebal 155 halaman ini, juga memberikan inspirasi dan wawasan melalui kutipan kata – kata mutiara dari tokoh – tokoh sukses.
Dari pengelaborasian teori – teori sosiologi dan kisah orang – orang ternama tersebut, kita tidak bisa mengamati ternyata kecerdasan sosiologis yang telah mereka praktekkan, baik sadar maupun tidak tidak. Sekarang bagaimana menggali dan mengejawantahkan kecerdasan sosiologis tersebut kedalam diri kita.

ANALISA PERMASALAHAN PASAR DINOYO PERSPEKTIF KRITIS

OLEH : RIFQI K. ANAM
 
A. Latar Belakang
Pasar merupakan tempat aktivitas jual beli, dimana penjual menawarkan barang dagangan dan pembeli membeli barang tapi ternyata pasar juga merupakan salah satu ruang publik yang berfungsi sebagai perekat sosial dan proses distribusi informasi antara satu orang dan orang lainnya. Pasar yang dimaksud kan disini merupakan pasar tradisional memberikan kesempatan bagi sebagian masyarakat terutama dari golongan menengah kebawah memiliki ruang publik karena didalamnya terdapat interaksi sosial antara pedagang di pasar dan masyarakat sekitar sehingga menjadikan pasar sebagai ruang berbagi informasi bagi individu di dalamnya.
Pasar yang menjadi fokus penelitian disini adalah pasar dinoyo dimana pasar dinoyo merupakan salah satu pasar tradisional di Malang yang mempunyai keterkaitan sejarah dengan perkembangan sosial ekonomi masyarakat Malang. Masyarakat yang tinggal di sekitar Dinoyo lebih memanfaatkan pasar tradisional untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sehingga bisa dikatakan pasar dinoyo merupakan bagian penting minimal secara ekonomi bagi masyarakat dinoyo.
Banyak literatur menyatakan dalam pasar tradisional terdapat interaksi sosial beragam dari individu yang berkecimpung di dalamnya, baik dari masyarakat sekitar maupun dari pedagang pasar sendiri. Ikatan sosial yang terbangun dari intensitas pertemuan di pasar kemudian berubah menjadi struktur yang mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat dinoyo. Praktik sosial di pasar dinoyo yang dilakukan berulang misalnya terdapat warga yang tiap harinya membeli sayur di pasar dinoyo dan memiliki wlijo langganan maka kemungkinan yang bisa terjadi individu tersebut selain ke pasar untuk memenuhi keperluan dapur juga untuk bertemu dengan pedagang langganan untuk berkomunikasi dan bertukar informasi (bisa gosip). Dalam penelitian Rachmad K Dwi Susilo (2010) dinyatakan terdapat 32% dari sampelnya terdapat keperluan lain dari masyarakat selain membeli barang, seperti: jualan, menyetok barang, jalan-jalan, menabung, nongkrong, narik becak, mencari teman, bekerja sebagai tukang parkir, rekreasi dengan anak, mengambil sampah, memulung plastik dan ngojek. Ini yang menjadi subtansi pasar tradisional sebagai ruang publik bagi masyarakat terutama masyarakat kelas menengah kebawah.
Kondisi saat ini telah beredar wacana penggusuran pasar dinoyo dan akan digantikan sebuah atau mall. Permasalah disini adalah kalimat “modernisasi pasar yang membentuk pasar modern” dimana pasar dinoyo dianggap sangat kumuh dan tidak memiliki sisi estetika sama sekali, padahal sekali lagi pasar dinoyo merupakan ruang yang tidak hanya berfungsi sebagai penjual menjual barangnya dan pembeli membeli barang kebutuhan malinkan difinisi sosial dari pasar merupakan interaksi sosial tiap individu di ruang publik. Sialnya, pihak pemerintah telah menjadi komprador kapitalisme sehingga melakukan perubahan pasar tanpa komtemplasi sosial, mengenai dampak sosial yang terjadi dengan adanya mall.
Dengan membaca analog kejadian tersebut sebenarnya bisa diartikan terdapat paksaan mengenai apa yang baik dan apa yang tidak baik, apa yang pantas dan tidak pantas bagi masyarakat bahwa agresi keberadaan Pasar Modern atau mall lebih baik dari pada pasar tradisional dengan rasionalisasi mall telah menjadi tuntutan dan konsekuensi dari gaya hidup modern yang berkembang di masyarakat.
Apakah gaya hidup modern tersebut memang murni kemauan masyarakat yang atau adalah bentuk paksaan yang ditoleransi oleh masyarakat? Berangkat dari pertanyaan tersebut penulis sedikit melakukan penelitian wawancara kecil-kecilan untuk sedikit menguak tabir dominasi yang terjadi pada masyarakat dinoyo. 
 tulisan ini memfokuskan dalam  pembacaan Dominasi penguasa dalam kaitannya modernisasi pasar. diharapkan analisa dari penelitian ini dapat memberikan manfaat. Manfaat dalam penelitian ini adalah: Memberikan emansipasi kritis permasalahan modernisasi pasar dinoyo kepada pedagang pasar dinoyo.
B. Cara Mendapatkan Data
Berdasarkan pada tujuan dan sasaran penelitian seperti yang telah dipaparkan diatas, maka dalam hal ini penulis menggunakan teknik pengumpulan berupa wawancara. Wawancara merupakan teknik pengumpulan data dalam penelitian dengan melakukan tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara langsung. Wawancara merupakan suatu bentuk komunikasi verbal yang bertujuan untuk memperoleh informasi, dengan wawasan peneliti mendapat data melalui kontak atau hubugan pribadi. Wawancara dilakukan dengan cara terbuka (Open Interview) dimana Informan dapat bebas dalam menentukan jawabannya sesuai dengan topik dan panduan pertanyaan yang sudah disediakan oleh peneliti. Dalam hal ini sebagai informan yaitu sebagaian kecil pedagang pasar dinoyo yaitu berjumlah lima orang.
C. Teori yang digunakan
Manusia Satu Dimensi (Herbert Marcuse)
Herbert Marcuse merupakan salah satu pionir dalam pembentukan teori kritis mazhab Frankfurt. Tulisan Herbert Marcuse yang berjudul “Manusia Satu Dimensi” merupakan master piece dari beliau dimana disitu Marcuse menggambarkan manusia modern yang hanya punya satu pilihan meski dihadapnnya banyak alternatif. Namun, alternatif-alternatif tersebut sebenarnya semu karena pilihan yang sesungguhnya telah “dipilihkan” sistem yang ada, manusia telah menjadi seperti mesin karena hanya mempunyai satu pilihan dalam hidup yaitu berdasarkan rasionalitas teknologi.
Manusia modern telah terjebak pada kebutuhan palsu mereka dimana kebutuhan palsu dan kebutuhan sejati dapat dibedakan. "Palsu" adalah mereka yang dilapisi dengan pada individu sosial tertentu oleh kepentingan-kepentingan di represi kebutuhan yang melestarikan keras, agresivitas, penderitaan, dan ketidakadilan. kepuasan mereka mungkin paling memuaskan untuk individu, tetapi kebahagiaan ini bukan suatu kondisi yang harus dijaga dan dilindungi jika itu berfungsi untuk menangkap pengembangan kemampuan (sendiri dan orang lain) untuk mengenali keseluruhan penyakit dan menangkap kemungkinan menyembuhkan penyakit. Hasilnya kemudian euforia dalam ketidakbahagiaan. Sebagian besar dari kebutuhan yang berlaku untuk bersantai, bersenang-senang, untuk berperilaku dan mengkonsumsi sesuai dengan iklan, untuk mencintai dan membenci apa yang orang lain cinta dan benci, termasuk dalam kategori kebutuhan palsu. Kebutuhan tersebut memiliki kandungan sosial dan fungsi yang ditentukan oleh kekuatan eksternal dimana individu tidak memiliki kendali, pengembangan dan kepuasan kebutuhan ini heteronomous tertentu. Tidak peduli bagaimana seperti banyak kebutuhan bisa memiliki individu menjadi sendiri, direproduksi dan dibentengi oleh kondisi keberadaannya, tidak peduli berapa banyak ia mengidentifikasi diri dengan mereka dan menemukan dirinya dalam kepuasan mereka, mereka terus menjadi apa yang mereka sejak awal - produk dari masyarakat yang dominan sebagai tuntutan represi.
Prevalensi kebutuhan represif adalah fakta yang dicapai, diterima dalam ketidaktahuan dan kekalahan, tapi fakta yang harus dibatalkan untuk kepentingan individu bahagia serta semua mereka yang kesengsaraan adalah harga kepuasan itu. Kebutuhan-satunya yang memiliki klaim wajar tanpa pengecualian untuk kepuasan adalah orang-orang penting - makanan, pakaian, penginapan di tingkat dicapai budaya. Kepuasan dari kebutuhan ini adalah prasyarat untuk realisasi semua kebutuhan, dari tersublimasi serta yang disublimasikan.
Untuk setiap kesadaran dan hati nurani, untuk setiap pengalaman yang tidak menerima kepentingan masyarakat yang berlaku sebagai hukum tertinggi pemikiran dan perilaku, alam semesta mapan kebutuhan dan kepuasan adalah fakta yang dipertanyakan - dipertanyakan dalam hal kebenaran dan kepalsuan. Istilah-istilah ini adalah sejarah di seluruh, dan obyektifitas mereka adalah sejarah. Penilaian kebutuhan dan kepuasan mereka, di bawah kondisi tertentu, melibatkan standar prioritas - standar yang mengacu pada perkembangan individu yang optimal, semua individu, di bawah pemanfaatan optimal dari bahan intelektual dan sumber daya yang tersedia untuk manusia. Sumber daya yang diperhitungkan. Kebenaran dan "dusta" kebutuhan kondisi obyektif menunjuk ke sejauh mana kepuasan universal dari kebutuhan vital dan, di luar itu, pengentasan progresif kerja keras dan kemiskinan, standar yang berlaku universal.
Teknologi juga menyediakan rasionalisasi besar dari ketidakbebasan manusia karena semua harus diukur berdasarkan rasionalitas dan menjadikan manusia semakin jauh dari sifat otonomnya sebagai manusia mulai dari kebutuhannya akan teknologi sampai merubah cara pikir menjadi satu dimensi rasional ini yang menentukan sendiri kehidupan satu dimensi. Untuk ketidakbebasan ini muncul tidak sebagai irasional, tetapi lebih rasional karena memperbesar kenyamanan hidup dan meningkatkan produktivitas kerja yang implikasinya pada keseluruhan subyek dan obyek di alam semesta hanya menjadi instrumentalis terbuka pada masyarakat totaliter rasional.
Nurani manusia modern telah dihilangkan untuk memenuhi hasrat kekuasaan kekuatan modal-finansial. Menegaskan diri sebagai makhluk teknologi. Sungguh suatu arus politik yang berseberangan dan katasthrofis dengan fitrah manusia sebagai makhluk sosial yang berbudi luhur dan digantikan cara rasio teknologis yang hanya mementingkan diri sendiri di atas kesejahteraan sosial.
D. Hasil dan Analisa
1. Analisa wawancara dari informan Dion
Dion adalah orang asli dinoyo RT 3 RW 3 yang berjualan pisang di pasar dinoyo (menurut peneliti kisaran umurnya 25-28 lah), dia punya banyak teman di pasar dinoyo sehingga akses informasi lumayan dimiliki olehnya. Berkaitan dengan rencana Pemkot Malang akan merelokasi pasar dan pedagangnya dion merasa keberatan dengan hal tersebut, kata dia “nek ate dipinda yok ojok ta, polane pasar dinoyo wes jadi jantung dinoyo opo maneh wong sedino dino urep ning pasar saya mas” ditafsirkan oleh peneliti terdapat dua hal mendasar yang menjadi titik masalah yang dialami oleh dion, pertama, secara sejarah pasar dinoyo telah menjadi entitas penting dari masyarakat dinoyo selain sebagai tempat berjualan juga sebagai ruang publik yang penting bagi masyarakat. Kedua, adalah pasar dinoyo sebenarnya telah berperan penting dalam membantu masyarakat dalam memperoleh nafkah hidup sehingga pasar dinoyo bisa dikatakan tidak kalah dengan mall dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi masyarakat lokal. Lebih lanjut peneliti bertanya mengenai alasan lain , dion menjawab dia sudah nyaman di pasar dinoyo, dimana dia menyebut pasar dinoyo adalah “jantung” dinoyo. ditambahkan kalau jadi dibanmgun mall akan mengakibatkan matinya usaha kecil samapi radius beberapa kilo meter.Pembangunan mall dianggap merugikan pedagang kecil oleh karena itu dion berharap pasar tidak diganti mall tetapi dibeberin biar tidak semrawut, mungkin di tata ulang tetapi bukan direlokasi.
2. Analisa wawancara dari informan Hidayatullah
Hidayatullah adalah orang madura yang berjualan bakso di pasar dinoyo (menurut peneliti kisaran umurnya 45-50 tahunanlah), menurut peneliti pak hidayatullah adalah orang yang sangat taat (sepertinya lulusan pondok pesantren karena pembicaraan dengannya selalu mengacu pada hadist). Berkaitan dengan rencana Pemkot Malang akan merelokasi pasar dan memindahkan pedagang, pak hidayatullah sangat mengutuk katanya”Bapak peni yang dipilih rakyat itu semoga sadar, anak-anaknya kalau pasarnya di jual ke investor, anak-anaknya makan apa, apa gak dipikirkan. Saya sudah juyalan disini 20 tahun dan tidak ada masalah kok katanya mau dibangun mall, ada mall gak papa tetapi jangan mall dulu baru pasar tetapi pasar dulu baru mall, bisa mati klo sudah mall di depan baru pasar, klo gitu kebelakang (pasar) untuk kencing Cuma. Yang kedua kalau mau di ubah tolong jangan mengganti nomor bedak, kemudian kalau ditata lebih rapi saya setuju”
Yang menjadi pokok permasalahan disini adalah tidak tersedianya ruang publik yang luas bagi pedagang, seperti yang disampaikan “mas, disini pedang tidak pernah satu kalipun di ajak bicara mengenai pemindahan pasar, mboh nanti mau dipindah atau gimana tidak ada pemberi tahuan padahal kami sudah kirim surat ke walikota bapak peni itu, tapi tidak ada tanggapan mungkin di bakar suratnya, ya kami pas lapor ke gubernur nah disana ada tanggapan kalau pak gubernur tidak setuju dengan maksud peni, jadi biar dicewer kupingnya”
Pak hidayatullah disini sangat tidak setuju dengan pembangunan mall dimana beliau menganggap pasar modern itu lebih buat orang konsumtif dan pasar tradisional tidak lebih buruk dari mall menurutnya, dan arti dari pembangunan/modernisasi pasar ini bukan diganti mall tapi perbaikan struktur dan infrastruktur pasar, misal soal pembuangan sampah.
3. Analisa wawancara dari informan Zainul
Pak Zainul (umur 29 thn) adalah bapak kos peneliti di temui sekitar jam 8 malam pada hari minggu tanggal 31 okt waktu sedang jaga toko, pak zainul adalah seorang pedangang eceran dan grosir yang kulakan dari pasar dinoyo, katanya beliau memiliki teman akrab di pasar dinoyo. Beliau sutuju deangan relokasi pasar karena dapat mengurangi beban kemacetan pasar dinoyo karena menurutnya dinoyo sampai radius sekitar 7 KM kalau macet karena pasar dinoyo macet.beliau berpendapat inti dari relokasi pasar dinoyo untuk menghindari kemacetan tersebut jadi beliau setuju dengan relokasinya. Tetapi beliau secara terbuka menyatakan tidak setuju bila setelah pasar di relokasi malah akan dibangun mall karena menyebabkan atmosfer keilmuan yang tidak kondusif mengingat disana terdapat UNISMA sehingga mengakibatkan masyarakat yang semakin konsumtif. Berdasar wawancara yang dilakukan peneliti Pak Zainul menganggap pasar tradisional Dinoyo lebih baik dari mall karena mall membuat masyarakat konsumtif berbeda dengan pasar tradisional masyarakat dapat berinteraksi di pasar.
4. Analisa wawancara dari informan Amin
Pak Amin berjualan kebutuhan sehari hari seperti sabun, odol. Dia berda di lantai dua pasar, dia mengetahui berita relokasi pasar tersebut dari teman-temanya bahwa katanya mau ada relokasi, dan pak amin tidak setuju, katanya “Total ada 1.441 pedagang. Kalau semua dipindahkan ke merjosari, jelas tidak akan muat. Dan meski nanti dikabarkan akan dibangun 3-4 lantai, tetap kami tolak. Karena pedagang di lantai atas jelas tidak akan laku,?” ini yang menjadi pertimbangan pak darman karena beliau ada di lantai dua takutnya nanti malah ditaruh dilantai yang lebih tinggi maka barangnya untuk berjualan makin tidak laku. Yang pasti bapak darman inginkan adalah jika dipindahkan nomor bedaknya tidak akan dipindahkan. Menurut penulis kembali kepada rasa aman ontologis tadi dimana pedagang sudah nyaman dengan kondisi yang ada dan dapat memprediksi jalannya perdagangan namun ketika dilakukan relokasi mau tidak mau pedagang harus mengatur siasat kembali agar dapat mempeoleh kembali langganan artinya muncul rasa khawatir mengenai apa yang akan terjadi bila terjadi pemindahan dengan konsekuensi muunculnya ketidak pastian yang lebig besar dari perdagangan yang dilakukan.
5. Analisa wawancara dari informan Darman
Darman adalah tukang parkit di timur pasar, darman sangat tidak setuju karena areal relokasi pasar yang masih lumpur dan lagi lahan untuk parkirnya tidak bisa di prediksi, sebagai juru parkir darman sangat keberatan dengan dipindahkannya pasar dinoyo tetapi bila terjadi harapannya lahan parkir bisa optimal. Mengenai pembangunan mall darman merasa keberatan karena area parkir untuk mall lebih besar bila dibandingkan dengan pasar. Ini tentunya akan memakan tanah warga beliau manganggap pasar tradisional lebih baik karena bisa menemui banyak orang sehari-harinya tanpa harus dibatasi berpakaian bagus selayaknya ke mall. Intinya informan Darman tidak setuju dengan pembangunan mall.
Analisa Teori One Dimensional Man
Manusia satu dimensi dalam tulisan ini adalah para penguasa telah terjebak pada satu dimensi rasionalitas yaitu modal finansial . Berpikir seperti mesin. Segalanya Instrumentalisas dimana manusia dipandang dan dihargai sejauh dapat dikuasai, digunakan, diperalat, dimanipulasi dan ditangani dan dibuang bila sudah tidak berguna. Benar-benar seperti menggunakan mesin. Pasar tradisional yang tidak hanya berfungsi sebagai tempat jual beli tetapi juga ruang publik masyarakat golongan menengah ke bawah , dianggap tidak layak lagi oleh penguasa karena tidak terlalu menguntungkan akan digadaikan menjadi menara-menara menjulang sehingga menjadi homogenisasi kebudayaan yang katanya kebudayaan modern.
Fokus analisis dari penelitian ini adalah masyarakat yang mengalami homogenisasi kebudayaan karena dominasi penguasa, dominasi yang yang terjadi dikarenakan pemimpin terjebak pada pola pikir teknologis yang hanya mengacu pada hasil yang terjadi muncullah watak-watak kalkulatif, ketika dirasa menguntungkan maka dilakukan dan bila tidak menguntungkan akan diabaikan, pemimpin meniadakan permasalahan ketika tidak menguntungkan, tidak mau tahu dengan keadaan yang lainnya dan cenderung untuk tidak peduli sama sekali dengan pergumulan yang sedang terjadi dalam masyarakatnya. Permasalahan disini adalah pemaksaan bentuk pasar berupa mall kepada pedagang pasar tradisional karena dianggap mengganggu lalu lintas kota .
Tidak ada lagi ruang bagi keunikan, semua ditangani berdasarkan rasionalitas yang tidak rasional karena semuanya merupakan paksaan tetapi indivu mentolerirnya dengan alasan modernisasi. Pasar tradisional menyimpan berbagai keunikan masyarakat tradisional, gameinschafft masyarakat yang guyub tidak lagi lagi dapat ditemui di dalam mall, tidak ada yang jual jamu keliling, tidak ada interaksi antar pembeli dan penjual karena semua harga sudah ditetapkan tanpa ada proses tawar menawan sangat is nothing.
Manusia menciptakan, memanipulasi dan memeralat benda-benda, alam serta mesin-mesin, untuk memudahkan hidupnya. Di saat yang sama, hal itu juga berlangsung di wilayah politik dansosial. Di sinilah manusia dan masyarakat tak terkecuali berada dalam penguasaan dan manipulasi teknologi. Oleh karena itu kita perlu mennegativkan kembali apa modernisasi itu selalu baik? Ketika semua menjadi satu dimensi modern, maka modern tidak ada artinya karena tidak ada tradisional. Modernisme pasti juga memiliki efek-efek bawaan yang negatif misalnya konsumerisme, oleh karena itu kita harus meninjau kembali identitas yang dianggap lebih baik dari identitas yang lain tidak bisa digeneralisasi malinkan terdapat perbedaan lokal yang menjadi keunikan. Sehingga tidak hanya terbentuk satu dimensi saja dari manusia dan masyarakat.
Manusia memiliki multi Dimensi dari yang paling mendasar, seperti manusia sebagai mahluk yang memiliki motivasi, kesadaran, kebebasan, agresi, dan sebagainya. Tetapi kemudian tercemari dengan pengingkaran multi deminsi manusia karena dimensi yang lain tidak bisa dikalkulasi yang muncul adalah Instrumentalisasi pemikiran. Teknologi mengkungkung manusia sehingga manusia berjalan sebagaimana teknologi. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah tulisan berjudul “Dari Negatif untuk Berpikir Positif: Rasionalitas Teknologi dan Logika Dominasi”
“Masyarakat direproduksi sendiri dalam ansambel teknis tumbuh hal-hal dan hubungan yang mencakup pemanfaatan teknis manusia - dengan kata lain, perjuangan untuk eksistensi serta eksploitasi manusia dan alam menjadi semakin lebih ilmiah dan rasional. Makna ganda "rasionalisasi" relevan dalam konteks ini. Manajemen ilmiah dan ilmiah pembagian kerja sangat meningkatkan produktivitas, politik, dan budaya perusahaan ekonomi. menghasilkan standar hidup yang lebih tinggi. Pada saat yang sama dan dengan alasan yang sama, perusahaan ini rasional menghasilkan pola pikiran dan perilaku yang dibenarkan dan membebaskan bahkan merusak dan menindas banyak fitur dari perusahaan. Teknis rasionalitas Ilmiah dan manipulasi bersama menjadi bentuk-bentuk baru kontrol sosial. “
Prinsip-prinsip ilmu pengetahuan modern yang a priori disusun sedemikian rupa sehingga mereka bisa melayani sebagai instrumen konseptual untuk alam semesta mendorong diri, kontrol produktif; operationalism teoritis datang ke sesuai dengan operationalism praktis. Metode ilmiah yang mengarah pada-lebih-efektif yang pernah dominasi alam sehingga datang untuk memberikan konsep-konsep murni serta sarana untuk-lebih-efektif yang pernah dominasi manusia oleh manusia melalui dominasi alam. Teknologi juga menyediakan rasionalisasi besar dari ketidakbebasan manusia dan menunjukkan "teknis" kemustahilan menjadi otonom, menentukan sendiri kehidupan satu. Teknologi rasionalitas sehingga melindungi daripada membatalkan legitimasi dominasi, dan cakrawala instrumentalis alasan terbuka pada masyarakat totaliter rasional:
Di sinilah manusia dan masyarakat tak terkecuali berada dalam penguasaan dan manipulasi teknologi. Selain instrumentalisasi, manusia juga terdominasi dengan istilah operasionalisasi. Permasalahan dalam bingkai teknologis ini hanya dapat diselesaikan jika operasional. Ketika terdapat permasalahan pedagang pasar dinoyo tidak setuju dengan penggusuran pasar, yang dilakukan pemerintah malah menganggap keluhan ini terlalu kabur. Karanenya perlu dioperasionalisasikan. Artinya, perlu diterjemahkan dalam situasi dan tingkah laku yang konkrit.
berarti harus disediakan tempat baru yang layak, diberi suntikan modal, masalah atau kesukaran disingkirkan tanpa mengubah struktur masyarakat. Sistem tetap dipertahankan. Marcuse mengungkapkan, yang terjadi bukanlah manusia menindas manusia lainnya, golongan tertentu menindas golongan lainnya. Tak ada lagi orang atau golongan yang ditunjuk sebagai penindas. Melainkan terdapat suatu sistem totaliter yang menguasai semua orang, seluruh realitas alamiah dan sosial. Tak ada orang yang dapat memengaruhi sistem anonim itu. Sistem yang tampak dalam segala bidang ini, menonjolkan diri baik di negara-negara maju maupun di negara berkembang.
I. Kesimpulan
Masyarakat modern adalah masyarakat berdimensi satu. Pemikiran yang mereka praktikan pun adalah pemikiran berdimensi satu. Mereka tak mengenal betul adanya oposisi ataupun alternatif. Kondisi ini bisa dilihat dari fenomena partai-partai politik, yang seolah menawarkan berbagai perbedaan dan perubahan. Tapi kenyataannya, secara praksis tak ada bedanya antara partai satu dengan yang lain. Tak terkecuali dengan partai yang memiliki dasar ideologi sangat berlawanan. Semua telah menjadi mekanisme yang mengumpulkan suara-suara, supaya sejumlah elit politik dapat memertahankan kekuasaannya. Pemikiran berdimensi satu secara sistematis telah menjalar pada para kepala politik dan penguasa. Mereka menguasai media massa. Manusia modern diindoktrinasi dengan slogan-slogan yang didikte begitu saja.
Perbedaan antara paham besar dunia, yakni sosialisme dan kapitalisme menjadi sangat tipis sekali. Sistem totaliter teknologis telah menguasai keduanya, yang ditentukan oleh trio yang terdiri dari ekonomi – politik – ilmu pengetahuan. Pada kedua belah pihak, trio tersebut telah bekerja keras menghasilkan persenjataan yang dahsyat. Apalagi, keduanya juga saling membutuhkan satu sama lain, supaya masing-masing terus bertahan. Persenjataan dibuat dengan tujuan agar tak ada pertempuran. Sehingga antara perdamaian dan peperangan memiliki hubungan erat.
Menurut Marcuse, ini bukti bahwa masyarakat modern secara fundamental bersifat rasional dalam bagian-bagiannya, tapi irasional secara keseluruhan.
kekerasan tak lain daripada civil disobidience.
Daftar Pustaka
Agger,B. 2005. Teori Sosial Kritis. Yogjakarta. Kreasi Wacana
http://www.marxists.org/reference/archive/marcuse/works/one-dimensional- an/index.htm
http:// one dimensional man\one-dimensional-man-atau-manusia-satu.html

STOP GLOBAL WARMING

OLEH : RIFQI K. ANAM

A. Masyarakat Beresiko

Sepanjang sejarah kehidupannya, manusia sebagai makhluk hidup selalu menghadapi berbagai tantangan. Tantangan yanhg dialami manusia sudah ratusan bahkan ribuan, semua itu dihadapi dengan struggle for life yang sangat keras, tetapi setelah manusia menaklukkan tantangan yang diberikan alam kepadanya, manusia dihadapkan masalah yang terintegrasi dari pola kehidupan manusia (intern) dan alam (ekstern) salah satunya adalah pemanasan global (global warming)

Pemanasan global adalah fenomena alam yang ditandai dengan kenaikan suhu permukaan bumi sekitar 0,7° C dibandingkan suhu permukaan bumi dalam kurun puluhan waktu sebelumnya. Fenomena pemanasan global ini dianggap menjadi biang dari berbagai perubahan iklim global, kekeringan, kebakaran hutan, banjir, pencairan es di kutub bumi serta banyak hal lain yang di prediksi akan mengancam kelngsungan hidup umat manusia.

Fenomena pemanasan bumi dapat diibaratkan efek rumah kaca (green house effect). Dimana suhu didalam rumah kaca naik karena mendapat energi panas dari konversi sinar matahari ketika menatap permukaan padat tidak dapat keluar karena terhalang kaca. Dalam pemanasan global panas dari sinar matahari yang mengenai permukaan bumi terhalang oleh lapisan udara yang semakin pekat karena gas-gas buang hasil pembakaran dan pencemaran.

[1]Menurut temuan Intergovernmental panel and climate change (IPPC). Sebuah lembaga panel internasional yang beranggotakan lebih dari 100 negara diseluruh dunia. Sebuah lembaga dibawah PBB, tetapi kuasanya melebihi PBB. Menyatakan pada tahun 2005 terjadi peningkatan suhu di dunia 0,6-0,70 sedangkan di asia lebih tinggi, yaitu 10. selanjutnya adalah ketersediaan air di negeri-negeri tropis berkurang 10-30 persen dan melelehnya Gleser (gunung es) di Himalaya dan Kutub Selatan. Secara general dampak pemanasan global juga oleh seluruh dunia saat ini adalah makin panjangnya musim panas dan pendeknya musim hujan, selain itu makin maraknya badai dan banjir di kota-kota besar (el Nino) di seluruh dunia.

IPCC panel juga memperingatkan, bahwa meskipun konsentrasi gas di atmosfer tidak bertambah lagi sejak tahun 2100, iklim tetap terus menghangat selama periode tertentu akibat emisi yang telah dilepaskan sebelumnya. Karbondioksida akan tetap berada di atmosfer selama seratus tahun atau lebih sebelum alam mampu menyerapnya kembali.

Jika emisi gas rumah kaca terus meningkat, para ahli memprediksi, konsentrasi karbondioksioda di atmosfer dapat meningkat hingga tiga kali lipat pada awal abad ke-22 bila dibandingkan masa sebelum era industri. Akibatnya, akan terjadi perubahan iklim secara dramatis. Walaupun sebenarnya peristiwa perubahan iklim ini telah terjadi beberapa kali sepanjang sejarah Bumi, manusia akan menghadapi masalah ini dengan resiko populasi yang sangat besar.

Dengan berbagai masalah yang menerpa, muncullah kepedulian bahkan kekhawatiran akan terjadinya berbagai kemerosotan dan kecenderungan menurunnya kualitas sumber daya yang merongrong survival umat manusia maupun kualitas lingkungan. Salah satu upaya untuk mengatasi berbagai kemelut yang melanda kehidupan ini adalah tentang esensi pembangunan berkelanjutan. Pelaksanaan pembangunan berkelanjutan harus didukung dan dijamin kesinambungannya. Juga perlu ditingkatkannya peranan pendidikan dalam menyebarluaskan gagasan itu sebagai upaya mendasari pelaksanaan bagi kehidupan sehari-hari.

B. Sumber Masalah

Lingkungan yang semakin rusak, disebabkan adanya eksploitasi yang berlebihan terhadap sumber-sumber alam yang mengakibatkan hilangnya salah satu entitas penting dalam suatu sistem kehidupan yaitu hutan. Hutan mempunyai fungsi klimatologi yang penting, khususnya dengan penyerapan karbon dioksida dalam proses fotosintesis sekaligus pelepasan oksigen dalam proses yang samayang menahan kembali sinar infra merah yang merupakan panas dari sinar matahari yang memantul kembali dari permukaan bumi. Dengan demikian, suhu bumi telah mengalami evolusi penyesuaian dengan suhu itu. Karbon dioksida sebagai bagian terbesar dari gas kamar kaca karena berasal dari industri, transportasi, dan lain-lain.

Semua dampak yang disebabkan pemanasan global adalah akibat keserakahan manusia dimana orientasi kepada alam bukan diletakkan sebagai tujuan tindakan sosial manusia melainkan dinilai semata-mata alat pemuas kepentingan manusia.

Paham yang menyatakan bahwa manusia adalah makhluk sempurna yang memiliki jiwa sedangkan alam hanya alat untuk menggapai kesejahteraan manusia adalah disebut paham antroposentrisme.

Paham antroposentrisme sangat erat kaitannya dengan masyarakat saat ini yang terkandung dalam industrialisme, Menurut Rachmad K Dwi Susilo (2007) paham ini tumbuh subur dikarenakan beberapa hal yaitu antara lain :

Pertama, Paham antroposentrisme menjadi bagian interaksi antara manusia dengan lingkungan tidak terlepas dari rasa percaya diri manusia yang berlebihan

(over confidence). Hukum – hukum alam dikesampingkan dan manusia selalu berubah dan tidak terbatas.

Pandangan manusia mengenai alam adalah terbentang luas dan tak akan habis.Manusia memiliki pandangan ini sehingga sekalipun lingkungan terus menerus dieksploitasi tetap tidak akan berkurang atau akan dengan sendirinya membaik kembali.

Kedua faith in technology adalah keyakinan yang mengilhami segala sesuatu dapat diselesaikan dengan bantuan tekhnologi. Tekhnologi telah menghadirkan pemenuhan kebutuhan dengan cara instan dan bersifat masal.

Dengan ditemukannya tekhnologi diyakini masyarakat modern mampu mengeksploitasi, mengolah dan mengkonservasi lingkungan secara optimal. Dan bahkan manusia meyakini tekhnologi mampu menyelesaikan dampak – dampak negative yang dihasilkan masyarakat beresiko, contohnya tekhnologi kontruksi pembangunan tahan gempa dan alat deteksi tsunami adalah membuktikan keampuhan tekhnologi itu.

Ketiga, growth ethic, yakni etika ingin maju terus. Pada awalnya terkait dengan etika agama yang mengharuskan pemeluknya untuk terus berusaha dalam mencapai kesuksesan hidup. Perkembangannya pada era modern merubah pemikiran manusia dalm kaitannya dengan ethos. Selain keberhasilan ethos ini diukur melalui keberhasilan melainkan diukur dari prestasi kerja yang dihasilkan dan keberhasilan mengumpulkan kekayaan material atau dalam bahasa yang umum sebagai akumulasi materiil.

Adanya industrialisasi dan modernisasi dengan kompleksitas perubahan yang mengiringinya menyebabkan pergeseran dalam peran. Karena itu demi menuruti kemauan industrialisasi, sumber daya alam yang bersifat pasif tadi dieksploitasi secara besar-besaran. Semakin berhasil manusia mengendalikan hidupnya. Semakin banyak pula, pendapatan yang diukur dari material income tadi didapatkan.

Keempat, materialism, yakni, kemoderenan diukur dengan tindakan – tindakan konsomsi yang dilakukan manusia. Konsumsi bukan lagi sekedar sebagai sarana untuk bertahan hidup atau menjaga kelangsungan hidup manusia, tetapi justru konsumsi berubah menjadi pola hidup. Konsumsi dianggap gaya hidup baru yang diyakini sebagai salah satu simbol dari kemodernan. Akibatnya, konsumsi menjadi semacam candu yang tidak bisa dikendalikan sehingga Negara maupun masyarakat berlomba – lomba mencari sumber – sumber material untuk memanjakan nafsu mereka.

Kelima, individualism, yakni sikap dan keyakinan dengan menekankan dorongan personal tanpa memikirkan kepentingan dan kerugian dari pihak lain. Sekelompok masyarakat yang memiliki hak mengelola dan hak mengatur alam tidak jarang menyebabkan watak indiviualisme berkembang subur.

Bentuk – bentuk keserakahan semacam ini akan lebih membuat manusia teraktualisasi pada kepentingan dan keberhasilan dirinya sendiri. Akibatnya, tidak jarang jika kelompok masyarakat yang sebenarnya tidak melakukan perusakan lingkungan tetapi justru mereka yang ikut menanggung akibatnya.

Pada akhirnya lingkungan mulai rusak dan tidak terselamatkan. Fenomena ini disertai dengan entropi (turunnya keteraturan) yang berdampak pada pencemaran sehingga lingkungan tidak terselamatkan lagi.

C. Tawaran Solusi

Konsep siklus kehidupan dialam berdasarkan keseimbangan alam denagn manusia sehingga tercipta keharmonisan antara keduanya. Manusia sebagai makhluk yang diberi akal memiliki tanggung jawab melestarikan alam sehingga manusia dan alam dapat berjalan selaras. Tetapi,manusia denagn segala tekhnologi yang dimiliki justru dapat menimbulkan berbagai ketimpangan dan kesenjanagan pada alam karena manusia sering kali memperturutkan nafsunya agar alam mengikuti apa yang dimaui oleh manusia sehingga alam dimanipulasi melebihi daya dukunngnya. Oleh karena itu menghadapi fenomena ketamakan serta kerakusan manusia, munculah kepedulian bahkan kekhawatiran akan meningkatnya kerusakan seperti efek – efek pemanasan global yang nantinya akan merongrong survival umat manusia dan lingkungan.

Kepedulian terhadap krisis lingkungan diaktualisasikan dengan melakukan langkah-langkah kongkrit mengurangi dampak pemanasan global. Langkah arif dalam merancang keberlanjutan lingkungan haruslah menjadi buah kesadaran dari semua pihak sehingga dalam pelaksannannya muncul komitmen bersama dalam melanjutkan keberlangsungan ekosistem yang ada.

Pada tataran phraksis merancang keberlanjutan lingkungan menurut Rachmad K Dwi Susilo (2007) adalah sebagai berikut :

Pertama, Melembagakan kembali kearifan-kearifan lokal tradisional. Dalam pemanfaatan hutan, tanah dan dan air masyarakat tradisional memiliki empati yang sama atas tanah-tanah mereka. Mereka mempunyai aturan-aturan tradisional mengenai alam di lingkungan mereka. Misalnya membagi hutan dan tanahnya untuk perkampungan, dusun, lahan perladangan, rimba larangan dan sebagainya.

Produk Pengetahuan yang diturunkan oleh nenek moyang kita ini, sesungguhnya terbukti lebih ramah lingkungan dibandingkan produk – produk yang dihasilkan oleh pabrik yang notabene berbahan kimia. Misalnya pemberantasan hama menggunakan obat pemberantas hama seperti DDT dan endrin menghasilkan bentuk bentuk perubahan perubahan lingkungan fisik dan secara ekologis mematikan jasad – jasad renik yang dibutuhkan oleh alam secara lebih baik. Kondisi ini, tidak akan sama apabila, bertananam dengan pola mina pada, yakni menyebar benih ikan (seperti ikan emas, tawes, dan nila) di lahan sawah. Ikan-ikan bisa mencegah serbuan wereng yang menyerang pangkal batang padi dan pastinya lebih aman terhadap kondisi lingkungan.

Demikian juga dengan kegiatan sehari – hari selalu diawali dengan upacara atau dengan persyaratan tertentu. Semua kegiatan tersebut pada hakekatnya mengacu pada upaya agar habitatnya dan ekosistemnya tidak rusak.

Kearifan yang dimiliki masyarakat tradisional menunjukkan bahwa dalam mengeksploitasi sumber daya alam tetap mengacu pada kaedah – kaedah kelestarian lingkungan hidup. Dan didalamnya terdapat konsep punishmet terhadap para pelaku perusak sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.

Sebagai generalisasi dari seluruh tradisi pelestarian lingkungan, aktivitas pemeliharaan lingkungan yang telah terlembaga terbukti lebih mampu ”melayani” kehendak alam secara lebih baik. Mereka lebih mampu menghormati alam, sekalipun mengandalkan pada corak berpikir tradisional, mereka bisa mendapatkan kearifan kearifan ekologis dengan menginterpretasikan kekayaan – kekayaan yan terdapat di alam semesta.

Kedua, mewaspadai modernisasi dan kemunculan masyarakat beresiko, banyak kalangan menyatakan bahwa saat ini masyarakat sedang menuju masyarakat modern yang tentunya berbeda dengan karakter masyarakat sebelumnya.Pada masyarakat modern telah mempercayai tekhnologi sebagai satu – satunya alat yang bisa memberikan kemudahan bagi masyrakatnya. Perbedaan masyrakat modern dan masyarakat pramodern, sebagai berikut:

1. Perkembangan masyarakat dibawah kendali ilmu tekhnologi dan pemikiran rasional yang ditandai mc donaldisasi masyarakat yang berintikan kerangkeng besi rasionalitas. Manusia rasional sudah mampu mengedaliakn alam dan tidak lagi menyandarkan senagian besar hidupnya pada hukum – hukum alam dan kekuatan transenden.

2. Perkembangan pesat masyarakat menuju globalisasi, baik globalisasi ekonomi maupun globalisasi budaya,wilayah (teritorial ) tidak lagi menjadi halangan bagi masyarakat dalam melakukan mobilitas ekonomi, interfensi politik maupun perkembangan globalisasi itu sendiri dalam hal tekhnologi.

3. Sebagai akibatnya, gerak dan corak hidup masyarakat tidak mungkin dijelaskan dalam skup nasional melainkan secara menglobal, bisa jadi lintas teritorial dan lintas geografis.

Persoalannya, bagi yang tidak bisa mengikuti efek dari globalisasi tersebut sehingga manusioa harus mengahadapi resiko – resiko yang diproduksi dan merupakan semacam ”cacat ” bawaan dari globalisasi adalah masyarakat beresiko(The risk Society)

Weber menyatakan bahwa Masyarakat nantinya akan terkungkung pada rasionalitas murni,sedangkan Anthoni Giddens menyatakan bahwa masyarakat modern terkait dengan resiko.

Gagasan resioko yang dikemukaan giddens tidak hanya berrkembang pada masyarakat modern saja tetapi pada masyarakat modern tipologi resiko yang dihasilkan lebih bersifat buatan ( Manufacture risk). ynag disebabkan pesatnya perkembangan teknologi dan industrialisasi.

Ulrich Beck menyatakan bahaya yang dihadapi masyarakat beresiko terrindikasi menjadi tiga garis besar, krisis ekologi mempunyai dampak yang sangat besar. Misalkan Pemanasan Global sebagi resiko yang tidak kelihatan dan bersifat jangka panjang yang disebabakan memanfaatkan lingkungan secara berlebih. Oleh sebab itu kita sebagai penghuni ekosistem ”perahu”harus memiliki kepedulian untuk menjaga lingkungan dari eksploitasi korporasi modal.

Ketiga, mengkampanyekan Sustainable Development, Upaya yang sangat diharapkan dari manusia sebagai pemberlanjut lingkungan adalah gagasan mengenai pembangunan berkelanjutan. Secara sederhanm menurut Fritjof Capra, bahwa masyarakat berkelanjutan adalah masyarakat hyang dapat memnuhi kebutuhannya tanpa mengurangi kesempatan generasi – generasi masa depan dalam memenuhi kebutuhan mereka (Fritjof Capra dalam Rachmad, 2007 : 112).

Sebenarnya konsep keberlanjutan lingkungan bukan merupakan gambaran kondisi lingkungan sekarang melainkan sebagai nasihat moral penting dalam menjaga keberlangsungan lingkungan global.

Sebagai bagian yang saling terkait; laju pembangunan memang harus di kendalikan, sebab jika tidak ia bukan menjadi cameningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tetapi, justru yang terjadi justru menghasilkan kesusakan –kerusakan bagi generasi sekarang dan generasi yang akan datang.

Pembangunan tentunya juga harus melihat bagaimana pada masa mendatang pembangunan tersebut dapat dilakukan terus – menerus. Dengan catatan bahwa pembangunan yang dilakukan berkesinambungan untu kemudianjuga bermanfaat dan dapat dirasakan oleh para generasi penerus. Oleh sebab itu, keberlanjutan dari proses pembangunan yang dilakukan, selain adanya pertumbuhan ekonomi, pemerataan, keadilan sosial, juga harus memperhatikan lingkungan alam. Artinya, pembangunan haruslah menjadi siklus hidup untuk mengupayakan kesejahteraan setiap generasi.

Terdapat dua hal yang sangat penting dalam pembangunan berkelanjutan, yakni daya dukung sumber daya alam dan solidaritas transgenerasi dimana mengajarkan pada kita agar adil atas masa depan umat manusia. Karena itu, pembangunan berkelanjutan harus bisa memenuhi kebutuhan kita sekarang dengan tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Langkah – langkah kongkrit mengurangi dampak pemanasan global adalah dengan mengurangi efek pemanasan global berdasarkan paradigma sustainable development antara lain :

1. mengubah kebiaasaan yang bisa mengurangi kadar gas karbon dioksida supaya

tidak melebihi ambang batasnya.

2. Cukup memakai listrik seperlunya

3. Menanam pohon supaya terjadi pergantian karbon dioksida dengan oksigen.

4. Memilih alat rumah tangga atau alat elektronik yang hemat energi.


Daftar Pustaka

Susilo Dwi K Rachmad. 2007.Sosiologi Lingkungan. Malang. UMM Press

Ward, Barbara & Rene Dubos. 1972. Only One Earth, New York. Norton

Sunyoto, Usman. 1998. Pembangunan dan Pemberdayaan masyarakat. Pustaka

     Pelajar Masyarakat






06 Februari 2011

ANALISA PELANGGARAN HAM NASIONAL DAN INTERNASIONAL

OLEH : RIFQI K. ANAM

NASIONAL

1.MASALAH HAK NORMATIF BURUH
Jakarta, Komnas HAM -- Pengaduan ke Komnas HAM makin membludak. Setelah menerima pengaduan sekitar 100 anggota Koalisi Penegak Keadilan, hari ini Selasa (21/4) Komnas HAM kembali menerima pengaduan sekitar 30 orang dari Serikat Pekerja (SP) DKB Group, sebuah perusahaan BUMN. Diwakili 10 orang anggotanya, mereka mengadukan tindakan perusahaanya yaitu PT Dok dan Perkapalan Kodja Bahari (Persero) yang telah mengeluarkan surat peringatan I (SP Pertama) kepada anggota SP DKB Group. Surat peringatan tersebut dikeluarkan pihak manajemen perusahaan menyusul aksi damai yang dilakukan serikat pekerja pada tanggal 30 Maret dan 1 April 2009 dalam rangka menuntut hak-hak normatif pekerja dan juga pergantian direksi. Dengan adanya SP I itu maka pekerja tidak bisa naik golongan, tidak naik gaji berkala, pembatalan promosi jabatan, jenjang karir macet, dan lain-lain.
ANALISA
Permasalahan hak normatif buruh menjadi permasalahan yang kerap tidak terselesaikan sehingga buruh menjadi tidak nyaman dalam bekerja, jika kita menyikapi lebih mendalam mengenai hak buruh antara lain :
1. Ada tidaknya serikat pekerja
Serikat pekerja menjadi representasi dari pekerja yang terdapat dalam perusahaan tersebut sehingga harapannya serikat pekerja menjadi penyalur aspirasi para pekerja.
2. apakah ada tindakan perusahaan yang menghalangi aktifitas serikat pekerja
Jika sampai terjadi hal tersebut maka yang terjadi adalah kemacetan dari produksi karena buruh merasa tidak mendapat hak-haknya sesuai dengan kesepakatan, yang bias dilakukan adalah melapor kepada pemerintah.
3. bagaimana sikap pemerintah terhadap permasalahan buruh
jika kemudian pemerintah malah kemudian menganggap bahwa yang menguntungkan adalah pengusaha maka yng terjadi adalah hak-hak buruh terabaikan sehingga buruh melakukan aksi yang bersifat anarkis karena dipandang tidak ada lagi yang mewakili aspirasi buruh di dalam pemerintahan.

2. Masalah hak kekayaan intelektual
JAKARTA – Kasus pelanggaran Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) di Indonesia tidak bisa dipandang sebelah mata. Akibat pelanggaran HaKI tersebut, bukan hanya negara dirugikan puluhan triliun rupiah setiap tahun dan mengancam arus investasi, tetapi Indonesia bisa juga terancam terkena embargo atas produk ekspornya. United States Trade Representative (USTR) pada tahun 2003 masih memasukkan Indonesia dalam daftar utama negara-negara yang memiliki tingkat pelanggaran HaKI tertinggi di dunia. Posisi tersebut sama dengan tahun 2001 dan2002lalu.
Kenapa posisi Indonesia dalam tiga tahun terakhir masih belum beranjak ke posisi yang lebih baik? Apa saja upaya yang telah dan akan dilakukan Pemerintah untuk memperbaiki rating Indonesia dalam hal penanganan kasus pelanggaran HaKI? Berikut wawancara Sinar Harapan dengan Dirjen HaKI Depkeh HAM, Abdul Bari Azed, Kamis (10/7) sore, di Jakarta.
Dulu Indonesia pernah masuk dalam daftar utama negara-negara dengan pelanggaran HaKI tertinggi di dunia, bagaimana posisinya sekarang?Memang kita masih dalam posisi daftar utama pelanggaran hak cipta. USTR memberikan penilaian pada tahun 2003 posisi kita masih dalam daftar itu, tahun lalu juga. Untuk itu kita dikritik belum adanya suatu sistem penghukuman secara nasional yang sama visi di antara para penegak hukum.
ANALISA
Indonesia tidak bias terlepas dari kasus pelanggaran hak kekayaan intelektual bukan karena tidak adanya kebijakan dari pemerintah mengenai Haki, political will dari pemerintah sudah ada, sekarang political action. Untuk itu kita perlu mensinergikan dan meningkatkan kembali koordinasi dan kerjasama di antara aparat yang terkait, terutama aparat di bidang hukum.
Tetapi aksi dari kebijakan ini belum bias terealisasi secara sempurna karena pada dasarnya masyarakat sudah terbiasa dengan sesuatu yang bajakan, kita contohkan saja jika membeli VCD Orisinal akan mengkabiskan dan asekitar Rp.50.000 dibanding dengan harga yang bajakan hanya separuhnya atau bahkan lebih murah. Ini artinya bukan hanya pengedar yang diamankan tetapi bagai mana membangun pola piker masyarakat Indonesia yang lebih sabtun terhadap hak kekayaan intelektual.

INTERNASIONAL
CATATAN TENTANG PELANGGARAN HAM OLEH A.S.
Sejak kejatuhan pemerintahan Taliban di Afganistan, pasukan pimpinan AS telah menangkap dan menahan ribuan orang Afghanistan dan warga negara asing lain di seluruh Afghanistan. Fasilitas penahanan AS yang utama di Afghanistan adalah di pangkalan udara Bagram. CIA juga menahan tahanan yang tak jelas jumlahnya, di pangkalan udara Bagram dan lokasi lain di Afghanistan, termasuk di Kabul. Ada banyak laporan tentang pelanggaran hak asasi manusia oleh personel militer dan intelijen AS di Afghanistan.
Menurut Human Rights Watch, personel militer dan intelijen AS di Afghanistan melakukan sistem interogasi yang meliputi penggunaan deprivasi tidur, deprivasi indera, dan memaksa tahanan untuk duduk atau berdiri dalam posisi yang menyakitkan untuk periode waktu yang lama.. Dalam hal ini, AS telah gagal memberi penjelasan yang cukup atas tuduhan perlakukan buruk terhadap tahanan oleh personel militar dan intelijen AS di Afghanistan.
Human Rights Committee telah mencatat dengan keprihatinan kekuarangan-kekurangan menyangkut kemerdekaan, ketidak-berpihakan, dan efektivitas investigasi menjadi tuduhan penyiksaan dan kekejian, perlakukan atau hukuman yang tidak manusiawi atau merendahkan yang ditimpakan oleh militer dan personel non militer AS atau pekerja kontrak, di fasilitas penahanan di Guantanmo, Afghanistan, Irak, dan lokasi di luar negeri lainnya, dan pada kasus-kasus kematian yang dicurigai di tempat tahanan di salah satu lokasi-lokasi ini. The Committee menyesal AS tidak memberikan informasi cukup menyangkut penuntutan yang dilontarkan, hukuman-hukuman dan reparasi yang dijamin buat korban.
ANALISA
Suatu pelanggaran HAM yang sangat berat malah terjadi peda Negara yang menelorkan gagasan mengenai HAM, ini artinya sebenarnya amerika berkedok pada gagasan yang dia miliki sehingga amerika kemudian bermain dibelakan kedoknya untuk melakukan kejahan terhadap kemanusiaan AS telah secara eksplisit dan sistematik melanggar standar internastional menyangkut perlakukan manusiawi terhadap tahanan yang membawa pada keberatan yang dimunculkan oleh organisasi internasional inter alias Human Rights Commission and Committee Against Torture, menjadi sebuah wacana ketika Indonesia membaiat mengikuti AS dalam hal HAM, demokrasi padahal amerika sendiri telah jelas-jelas sebagai penjahat perang maka bias diibaratkan indonesia belajar menjadi penjahat kecil.. Oleh karena itu apapun yang dilakukan amerika kita harus mewaspadai karena mereka tika mungkin tanpa maksud

ANALISA NEGATIF DAN POSITIF DARI MILLENIUM DEVELOPMENT GOALS (MDGs)

OLEH : RIFQI K. ANAM

Millenium Development Goals (MDG’s)atau tujuan pembangunan millennium adalah upaya untuk memenuhi hak-hak dasar kebutuhanmanusia melalui komitmen bersama antara 189 negara anggota PBB untuk melaksanakan 8 (delapan) tujuan pembangunan, yaitu menanggulangi kemiskinan dan kelaparan, mencapai pendidikan dasar untuk semua, mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, menurunkan angka kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu, memerangi penyebaran HIV/AIDS, malaria dan penyakitmenular lainnya, kelestarian lingkungan hidup, serta membangun kemitraan global dalam pembangunan. Sebagai salah satu anggota PBB, Indonesia memiliki dan ikutmelaksanakan komitmen tersebut dalam upaya untuk mensejahterakan masyarakat. Jawa Tengah sebagai bagian dari negara kesatuan RepublikIndonesia juga ikut serta mendukung komitmen pemerintah tersebut,dengan melaksanakan program dan kegiatan yang bertujuan untuk mencapai target MDG’s.
MDGs sendiri adalah komitmen internasional yang disepakati oleh 189 negara pada pergantian milenium lalu, demi pencapaian 8 tujuan pembangunan pada tahun 2015 yaitu menurunkan angka kemiskinan dan kelaparan, meningkatkan pendidikan dasar, mempromosikan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, menurunkan angka kematian bayi, meningkatkan kesehatan ibu, memerangi HIV/AIDS, malaria, tuberkulosis dan penyakit lainnya, menjamin pelestarian lingkungan dan mengembangkan kerjasama global untuk pembangunan.
Segi positif MDGs antara lain :
1. Perluasan Kesempatan,ditujukan menciptakan kondisi dan lingkungan ekonomi, politik dan sosial yang memungkinkan masyarakat miskin dapat memperoleh kesempatan dalam pemenuhan hak-hak dasar dan peningkatan taraf hidup secara berkelanjutan. Dengan pencapian tujuan bersama harapannya masyarakat Indonesia terbebas dari jurang kemiskinan sehingga pada masa mendatang Indonesia bias berjalan selaras dengan Negara G-8
2. Pemberdayaan Masyarakat, dilakukan untuk mempercepat kelembagaan sosial, politik, ekonomi, dan budaya masyarakat dan memperluas partisipasi masyarakat miskin dalam pengambilan keputusan kebijakan publik yang menjamin kehormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak dasar. Pemberdayaan masyarakat memiliki fungsi yang sangat strategis dalam pembangunan nasional karena pelaksana pembangunan Negara adalah masyarakatnya itu sendiri, maka program pembangunana yang di laksanakan MDGs sangat berguna dalam era millennium ini.
3. Peningkatan Kapasitas, dilakukan untuk pengembangan kemampuan dasar dan kemampuan berusaha masyarakat miskin agar dapat memanfaatkan perkembangan lingkungan. Pengembangan kemampuan dasar dan motivasi berusaha yang terwadahi dalam misalnya PNPM memberikan angin baru memanfaatkan potensi yang ada dalam diri individu dan lingkungan, lingkungan disini terdapat dua artian yaitu lingkungan fisik dan lingkungan social, dalam kali ini saya ketengahkan adalah lingkungan social, ini mennjadi wahana berkreasi dalam pembangunan lingkungan masyarakat yang ada sehingga nantinya masyarakat miskin dapat hidup di atas kaki mereka sendiri.
4. Perlindungan Sosial, dilakukan untuk memberikan perlindungan dan rasa aman bagi kelompok rentan (perempuan kepala rumah tangga,fakir miskin, orang jompo, anak terlantar, kemampuan berbeda (penyandang cacat) dan masyarakat miskin baik laki-laki maupunperempuan yang disebabkan antara lain oleh bencana alam, dampak negatif krisis ekonomi, dan konflik sosial. Perlindungan social sangat penting karna Negara sebenarnya adalah penyantun bagi seluruh masyarakat didalamnya. Fakir miskin, orang jompo merupakan tanggung jawab Negara yang melindungi hak – haknya sehingga program bantuan dalam hal ini harus kita lihat sebagai sesuatu yang baik dan tidak hanya dipandang sebagai strategi politik.
5. Kemitraan Regional, dilakukan untuk pengembangan dan menataulang hubungan dan kerjasama lokal, regional, nasional daninternasional. Dalam era globalisasi sangat sukar kita menemukan Negara yang hidup sendiri. Apa pasal ? karena dalam era modern ini tidak ada satu pun Negara di dunia sanggup memenuhi kebutuhannya sendiri sehingga harus bekerja sama dengan Negara lain untuk sama-sama membangun kesejahteraan bagi penduduknya. Dengan kerja sama visi yang hendak kita capai akan lebih emnjadi sesuatu yang realistis untuk diwujudkan karena dengan bersatu kita menjadi kuat.

Sisi negatif MDGs adalah :
Program MDGs mungkin memang sangat bagus ettapi apakah sudah menjadi suatu bentuk bantuan yang tanpa pamrih ? negara-negara maju mungkin menelorkan gagasan MDGs tetapi bagai mana dengan utang negara-negara miskin ? tetap, mereka tetap terlilit utang karna program MDGs ini hanyalah serupa dengan menggemukkan domba yang nanatinya akan diambil dagingnya juga.
Misalnya, komitmen untuk meringankan beban negara miskin karena jeratan utang dengan skema penghapusan utang juga tak sepenuhnya terealisasi. Sepanjang 8 tahun komitmen global MDGs, belum terlihat inisiatif signifikan dari negara-negara maju melakukan upaya penghapusan utang tanpa syarat pada negara miskin. Laporan ini hanya menyajikan inisiatif-inisiatif penghapusan utang yang dipelopori oleh lembaga keuangan internasional melalui skema Paris Club, HIPC (Heavily Indebted Poor Countries), ataupun MDRI (Multilateral Debt Relief Initiative). Sepak terjang lembaga keuangan internasional (IMF dan World Bank), yang ternyata menjadi sumber masalah di negara-negara miskin, sama sekali tak dibahas.
Permasalahan seperti banyaknya utang yang ditelorkan lembaga keuangan internasional terhadap Negara miskin menjadi sesuatu yang sangat rumit sehingga bias dikatakan program MDGs ini sebenarnya hanyalah sebuh kedok dari mafia keuanggan internasional untuk membujuk Negara miskin agar menerima kehadiran mereka kembali dalam kancah proses bantuan keuangan yang nantinya akan menjerat leher Negara-negara miskin tersebut.
Jika kita menilik lebih kedalam dan melihat catatan kritisnya makin menegaskan bahwa negara-negara miskin tak bisa terlalu berharap banyak pada mekanisme global partnership dalam skema MDGs. Diperlukan inisiatif-inisiatif yang lebih progresif dari negara-negara miskin untuk keluar dari jerat bantuan dan utang yang mematikan

INFILTRASI NEO LIBERALISME DALAM PEMBERANGUSAN PASAR TRADISIONAL

OLEH : RIFQI K. ANAM

Latar Permasalahan
Paradigma modernisasi yang selalu diusung pemerintahan negara-negara berkembang sudah masuk pada semua bidang kehidupan. Termasuk dalam perencanaan dan manajemen kota telah ditentukan paradigma yang mencontoh pengalaman keberhasilan negara barat ini. Jo Santoso menyatakan bahwa sesungguhnya modernisasi adalah penjelmaan praktek neo-liberalisme (Jo Santoso, 2006 : 52). Ada dua hal yang bisa menunjukkan ini.
Pertama, Keberhasilan pembangunan selalu dilihat dan diukur dalam kaitan capaian-capaian material. Pembangunan kota dinyatakan berhasil selalu dengan tolak ukur indikator-indikator fisik. Kemudian, sesuatu yang tidak terstandar dan penuh keunikan dianggap sebagai ”menghambat”. Tidak heran jika praktek-praktek lokal selalu dipandang sinis dengan stigma tradisional. Kemudian, tradisionalitas selalu dituduh sebagai kekumuhan, jorok dan sarang kriminalitas kota. Kekayaan lokal ini akan diberangun pemerintah demi mencapai ”khayalan” kondisi material yang berkelimpahan ini (high mass consumption).
Kedua, terlalu besarnya ikut campur pihak swasta dalam perencanaan kota.Pemerintah tidak lebih sebagai pelayan pihak-pihak yang menginginkan apapun demi kemajuan usahanya mereka. Sementara itu, pemerintah juga tidak lebih pembantu yang kadang-kadang juga berperan sebagai satpam yang menengahi persoalan dengan warga kota. Pemerintah bukan lagi sebagai agent of development, sebab tindakannya lebih kearah teknis yang tidak ada hubungannya baik dengan rekayasa sosial maupun pemberdayaan (empowering).
Dalam konteks seperti ini, kota-kota bukan lagi dirancang oleh pemerintah.Tetapi, lebih kepada pemenuhan kebutuhan ”raja-raja” investor itu. Amat sulit untuk membedakan, apakah yang muncul dilapangan benar-benar implementasi keteguhan paradigma pembangunan atau hanya kepentingan segelintir elit kota?

Pemberangusan Pasar Tradisional
Penerapan paradigma neoliberalisme maupun kepentingan elit perencana kota ini bukan tidak mengandung resiko. Karena ia memunculkan persoalan-persoalan ikutan. Salah satu yang masih menarik dan selalu aktual yakni penataan pasar tradisional. Pemerintah (biasanya bekerja sama dengan investor) memaksakan konsep pasar modern. Baik dari segi bangunan sampai manajemen distribusi barang dan jasa. Dalam hitungan keuntungan material, pasar modern jewlas menjanjikan banyak keuntungan yang sangat mungkin diprediksi. Karenanya selalu membangun hegemoni bahwa hal-hal yang terkait tradisional selalu dianggap tidak sesuai. Maka perencana dan pemerintah kota selalu menggaung-gaungkan tentang perlunya ”peremajaan pasar” pada semua pasar di kota-kota mereka. Dengan janji yang muluk-muluk, pemerintah menyatakan pembangunan pasar modern untuk peningkatan kesejahteraan pedagang.

Dalam banyak kasus, selalu saja pedagang menolak. Baik perwakilan pedagang maupun pemerintah, sulit menemukan titik temu pandangan. Mereka bersikukuh dengan pandangan masing-masing dengan dorongan rasionalitas masing-masing serta pertimbangan keberdayaan sewa. Pedagang trdisional mewakili rasionalitas budaya informal yang tidak familiar dari aturan birokratis yang seragam. Sementara itu pedagang pasar modern dipaksa mengikuti aturan-aturan yang diformalkan yang jelas pada kepentingan penumpukkan modal. Padahal pada realitas sosiologis, menunjukkan bahwa sektor informal tidak bisa dipaksakan untuk berubah menjadi formal. Sebab, ia memiliki sub kultur sendiri yang tidak sama dengan logika atau ”keteraturan”. Kalau pemerintah menggunakan paradigma modernisasi, sementara itu para pedagang tradisional bertahan dengan budaya lokal yang jauh dari standardisasi, maka bisa dilihat akan terjadinya konflik diperkotaan.
Hal inilah yang dikatakan oleh HansDieter Evers sebagai perebutan wilayah konsumsi kolektif. Baik pedagang tradisional dengan pemerintah berebut kepemilikan sah lahan-lahan yang bisa dikonsumsi, distribusi secara kolektif itu. Dengan adanya neoliberalisme yang menawarkan materialisme,semua lahan memiliki nilai pertukaran uang.

Tidak heran jika sewa yang lebih mahal, ketika pasar telah berubah menjadi modern. Hal inilah yang menjadi kekhawatiran kedua pedagang, selain rasionalitas yang sulit ditemukan seperti penjelasan di atas. Hal yang sangat mungkin terjadi mengingat, pengelola bukan lagi pemerintah yang tidak melulu profit oriented, tetapi pengusaha swasta yang benar-benar sedang melakukan bisnis murni. Pemerintah hanya menjadi tuan yang rajin menerima setoran dari para pengembang dan pebisnis itu.

Konflik kepentingan dan Kebakaran Pasar
Konflik paradigma dan kepentingan tersebut tampak jelas, ketika kita apa yang dilakukan pemerintah pada pasar-pasar tradisional terbakar. Kebakaran pasar yang sesungguhnya menciptakan kesengsaraan banyak orang miskin, seakan menjadi fenomena lumrah ketika terjadi di kota-kota besar di Indonesia, seperti di Jakarta, Sala, Surabaya, Madiun, Purworejo, Wonosobo, Magelang dan kota-kota lain. Kita bisa melihat kepentingan dan kekuatan paradigmatik modernisasi pemerintah pada penanganan pasca kebakaran.
Sekalipun, itu merupakan kewenangan pihak yang berwajib, tetapi pemerintah tidak serius mengusut- tidak mau mengusut siapa pelaku kebakaran tersebut. Catatan penting yang perlu diperhatikan, tidak ada mekanisme tanggap darurat dan ganti rugi yang disiapkan pemerintah bagi korban yang menderita kerugian. Padahal, tanggung jawab pemerintah adalah menciptakan kota yang aman bagi warganya.
Anehnya lagi, selalu saja renovasi pasar pasca kebakaran, membuat harga kios mengikuti ekonomi pasar. Artinya, pedagang yang ingin menempati pasar baru -yang sebenarnya pedagang lama- ketika masuk ke pasar kembali, harus membayar sewa tinggi yang ditawarkan investor. Uniknya, karena pelaksana dan mungkin, penyerta modal yang paling dominan adalah pengusaha, maka sewa yang harus dibayar menjadi mahal. Pada keadaan demikian, negara atau pemerintah begitu perkasa untuk sanggup memaksakan paradigma dan kepentingan yang dipilih sekalipun terjadi resistensi di sana-sini. Tinggal pedagang tradisional gigit jari meratapi kekalahan demi kekalahan. Kalau sudah demikian, manakah pembangunan ekonomi kerakyatan yang selalu digembar-gemborkan itu?



PEMIKIRAN KRITIS MAX HORKHEIMER

OLEH : RIFQI K. ANAM

Biografi Singkat
Max Horkheimer lahir 14 Februari 1895 di Zuffenhausen, dekat Stuggart, Jerman. Ayahnya, Moritz (Moses) Horkheimer mendidik dengan keras dan otoriter. Ayahnya, menuntut Horkheimer mengelola pabrik tenun milik keluarganya. Sekalipun tertekan, Horkheimer mengikuti saja yang apa yang dimaui ayahnya itu. jadilah ia direktur muda.
Ada sahabat sejati Horkheimer yang terus mempengaruhi hingga semakin tidak nyaman Horkheimer bekerja menuruti kemauan ayahnya itu, yakni Friedrich Pollock. Pollock, 9 tahun lebih tua dari Horkheimer, anak pengusaha Yahudi, yang terlatih berdagang sebelum ikut berdagang. Berkat pertemanan ini, Horkheimer menyukai bidang seni, sesuatu yang merupakan bidang baru baginya. Dari pengaruh Pollock, ia menyukai filsafat dan masuk ke Frankfurt School.
Persahabatan antara Pollock dan Horkheimer bisa dikatakan cukup lama. Hubungan sosial ini terbentuk karena kesesuaian kepribadian antar mereka. Jika Horkheimer sering terbawa mood dan temperamental, sebaliknya emosi dan kendali diri Pollock lebih stabil dan sangat obsesif. Pollock pragmatis, realis, penuh kewaspadaan dan sering mengatur rutinitas sederhana untuk membantu Horkheimer. Nama popularitas Horkheimer juga karena kepiawaian mengajar. Seperti dinyatakan Martin Jay,

” Hal yang paling indah adalah mengajar, bahkan selama liburan ia tidak kehilangan kontak untuk mahasiswa ” (Martin Jay, 2005 : 405).

Sekalipun Marx Horkheimer bukan orang pertama diserahi mengelola The Frankfurt Institute for Social Research (Institute fur Sozialforsschung), tetapi dari sentuhan Horkheimer lembaga ini menemukan bentuknya, terutama saat ia menjabat sebagai direktur (1931-1958). Pada usia muda (35 tahun), Horkheimer tidak hanya mengambil keputusan penting agar institut tetap eksis, tetapi juga mengupayakan agar pemikiran-pemikiran dalam institut tetap independen tidak terkooptasi kepentingan politik manapun. Sebuah keputusan dan mungkin, juga tantangan sekelompok intelektual yang tidak lazim khususnya pada periode 1923-1950.
Sekalipun Horkheimer menekuni disiplin keilmuwan yaitu kebudayaan dan filsafat, tetapi The Frankfurt Institute for Social Research (Institute fur Sozialforsschung) diperkuat oleh ilmuwan dengan beragam latar belakang (filsafat, psikologi, sosiologi dan sastra). Uniknya, sekolah ini juga menerima pendekatan empiris, beberapa penelitian empiris telah dilakukan, salah satunya, Studies on Authority and The Family (German Studies in Prejudice). Dalam perjalanan The Frankfurt Institute for Social Research, peran penting Horkheimer yakni memikirkan dan memfasilitasi pengungsian ke Universitas Columbia, New York. Sampai akhirnya mereka kembali ke Jerman tahun 1949.
Pelarian ke Amerika ini ternyata tidak hanya membuat perkembangan cukup pesat bagi kiri baru di Amerika, tetapi dengan berinteraksinya para pendukung institut dengan ilmuwan-ilmuwan empiris Amerika, seperti: Charles Beard, Robert MacIver, Wesley, Mitchell, Reinhold Niebuhr, Robert Lynd dan beberapa ilmuwan dari Universitas Columbia, maka pengembangan teoritis Madzab Frankfurt semakin matang.

Ilmuwan-Ilmuwan yang Menginspirasi
Ketika Horkheimer menjadi mahasiswa di Universitas Jerman, Hans Cornelius adalah guru yang sangat inspiratif, memiliki daya kritis luar biasa. Dari gurunya itu Horkheimer mendapat tugas menganalisis buku Immanuel Kant yang berjudul Critique of Judgement. Dari situlah, hubungan Horkheimer dengan Cornelius semakin akrab dan membuat Horkheimer menaruh perhatian atas teori kritis. Nantinya bisa disimpulkan bahwa gagasan tentang perlunya teori yang menggugah sangat dipengaruhi dari gurunya itu. Kemudian, pengaruh karya-karya teoritis yakni pertama, Schopenhauer dan Immanuel Kant. Pollock pernah memberikan buku karangan Schopenhauer yang berjudul Aphorisms on the Wisdom of Life. Selain dari gagasan-gagasan Cornelius, pesimisme Horkheimer tentang masa depan masyarakat yang baik juga didapat dari Schopenhauer ini.
Ketertarikan yang kedua, ketika Horkheimer tergila-gila dengan pemikiran Kant, Hegel dan Karl Marx. Bagi Horkheimer, Immanuel Kant adalah filsuf kritis pertama. Sebab, ia tidak mempersoalkan bagaimana merumuskan dan mensistimatisir isi pengetahuan. Kant justru menyatakan bahwa akal budi harus menilai kemampuan dan keterbatasannya, dan lewat itu akal budi mengetahui sesuatu. Bagi pendukung teori kritis, bisa disimpulkan bahwa Kant telah menemukan otonomi subyek dalam membentuk pengetahuannya. Hanya saja, pemikiran Kant tetap dikritik karena masih a historis (Sindhunata, 1983 : 31).
Dari pemikiran Hegel yang sangat mengesankan Horkheimer adalah mengetengahkan perjalanan akal budi untuk mencapai kesadaran diri yang sempurna. Bagi Hegel, kesadaran diri yang lengkap justru ketika ada tekanan-tekanan yang membuatnya bertarung. Dimana masing-masing unsur mengandung kebenaran. Dari sinilah Horkheimer tertarik dengan cara berpikir dialektika tersebut, bahkan dikatakan cara berpikir kritis adalah cara berpikir yang dialektis.
Kemudian yang tidak kalah penting pemikiran Karl Marx, terutama ketika mengkritik sistem ekonomi kapitalis. Dari pandangan sosial dan politik, kapitalis benar-benar merendahkan derajat manusia. Akibat berkompetisi memenangkan bisnis, para borjuis yang sekaligus pemilik modal mengeksploitasi para kaum proletar. Hampir sama dengan Hegel dalam membongkar apa yang menjadi persoalan masyarakat, Karl Marx memperkenalkan konsep dialektika. Hanya saja dialektika Marx tidak bersifat idealis, tetapi materialis dengan melakukan kritik-kritik politik dan ekonomi masyarakat.
Horkheimer memandang bahwa kritik ekonomi politik Marx sangat penting untuk mengokohkan kedudukan kritik pada teori kritis. Menariknya, Horkheimer tidak luput merevisi gagasan-gagasan Karl Marx tersebut, mengingat corak kapitalis ketika Marx mengemukakan teorinya dengan ketika Horkheimer dan kawan-kawan hidup tidak sama. Kapitalisme Liberal telah mengalami metamorfosis dan berubah menjadi kapitalisme monopolis. Corak kapitalisme monopolis sama dengan kapitalisme negara, dimana kekuatan masyakarat tidak murni digerakkan variabel-variabel ekonomi, tetapi sudah ada intervensi kekuatan yang lebih besar yakni negara.
Selain beberapa pemikir besar tersebut yang mempengaruhi pandangan dan gagasan Horkheimer. Juga, masih ada para filsuf yang juga tidak boleh dikesampingkan, yakni : Nietzche, Dilthey dan Bergson. Pandangan Dilthey yang menyatakan bahwa ilmu sosial lebih didasarkan pemahaman dan pengalaman ulang disetujui oleh Horkheimer. Dimana dalam bahasa Horkheimer sebagai kebermaknaan struktur sejarah. Hal yang tidak disetujui Horkheimer ketika Dilthey menyatakan bahwa makna ini secara intuitif dapat ditemukan oleh sejarawan yang mengalami ulang masalah yang ditelitinya dengan pikiran sendiri. Singktanya, Horkheimer tidak setuju dengan metodologi Dilthey yang memasukkan pendekatan psikologi untuk analisa sejarah ( ibid, hlm. 69).
Dari pandangan Bergson, Horkheimer tidak menyetujui keyakinan dirinya bahwa intuisi sebagai sarana untuk menemukan kembali kekuatan hidup universal. Ilmuwan yang menginspirasi dalam pembahasan Horkheimer bisa dikatakan tidak sama dengan kebanyakan ilmuwan sosial yang lain. Jika ada tokoh yang lebih pada gagasan dan teori-teori ilmuwan sebelum yang dibenarkan, dikembangkan atau dimodifikasi, tetapi Horkheimer tidak seratus persen seperti itu. Beberapa dimodifikasi, beberapa yang lain dikritik, tidak segan ia menolak jika memang menurutnya tidak sesuai.

Referensi

David Ashley, Sociological Theory; Classical Statement, A Pearson Education Company, USA, 2001

Gibson Burrel dan Gareth Morgan, Sociological Paradigm and Organisational Analysis, Heinemann Educational Books, New York, 1979

Martin Jay, Sejarah Madzab Frankfurt; Imajinasi Dialektis dalam Perkembangan Teori Kritis, Kreasi Wacana, Jogjakarta, 2005

Max Horkheimer, Traditional and Critical Theory, dalam Paul Connerton, Critical Sociology, Middlesex, Penguin Books, England, 1976

Max Horkheimer, Dialektika Pencerahan, Ircisod, Jogjakarta, 2000

Sindhunata, Dilema Usaha Manusia Rasional : Kritik Masyarakat Modern oleh Max Horkheimer dalam Rangka Sekolah Frankfurt, Gramedia Jakarta, 1983


PEMIKIRAN FILSAFAT KRITIS KANT

OLEH : RIFQI KHAIRUL ANAM

Latar belakang Kant dari keluarga yang menganut paham pietisme kuat dimana kant diasuh dengan nilai-nilai ketekunan, kejujuran, kesalehan yang begitu taat.pola asuh ini yang membangun Kant sebagai filsuf yang menjunjung tinggi kewajiban. Kaum pietisme merupakan sekte Ini yang berorientasi metodis dengan orientasi etik yang mendalam dan tidak terlalu terkungkung dalam dogmatisme teologis.
Membicarakan Kant sesungguhnya tidak lepas dari pusaran arus pemikiran yang melingkupinya dimana terdapat Skeptisisme Empiris Hume dan Rasionalisme Descartes . persoalan yang mereka perdebatkan adalah epistemologi masing-masing dalam menentukan bagaimana ilmuwan dapat melepaskan diri dari batas-batas pikiran manusia. Kemudian segera dapat diketahui bagaimana isi pikiran kita demi mendapatkan pengetahuan dari luar kita. Kant berpendapat bahwa pada kedua metode dan isi argumen filosofis tersebut, masih terdapat kekurangan yang cukup serius.
Demi tujuan itu, kaum empiris menyempurnakan hal ini lewat pengertian dan alasan posteori. Alasan posteori bergantung pada pengalaman atau kejadian-kejadian yang menyatu dalam dunia agar bisa memberikan informasi. Pengalamanlah yang yang menjadi sumber pengetahuan, baik pengalaman lahir maupun pengalaman batin.
Sebaliknya, kaum rasionalis berusaha menggunakan alasan a priori dalam membangun dasar pengetahuan manusia. Sebagai lawan dari posteori alasan a priori justru tidak bergantung pada pengalaman untuk menginformasikan
Kaum empirisme berpendapat bahwa pengetahuan manusi mula mula ada dalam perasaan kita, John Locke slah satu pemikir empirisme berpendapat bahwa pikiran layaknya batu tulis kosong yang akan menjadi penuh ketika ide-idenya berdialektika dengan dunia luar, meneruskan, Sir david Hume menegaskan kita tidak dapat menyediakan penilaian a priori dan a posteori dalam sejumlah keyakinan kita, seperti, objek dan subjek identik tetap berlangsung sepanjang waktu”, atau “setiap kejadian harus memiliki sebab”. Menurutnya pengetahua adalah pengalaman yang diperoleh seseorang. Misal, ketika seseorang memegang es batu, tanganya mearasa dingin, jadi disi pengalaman yang menginternalisasi pengetahuan.
Melihat Kaum rasionalis melakukan pendekatan dari tentan pengetahuan manusia dari sisi lain. Mereka berharap bisa lepas dari batasan epistemologis pikiran dengan mengkontruksi pengetahuan dunia luar, kedirian (the self), jiwa, tuhan. Leibniz berpikiran bahwa dunia dapat dipahami dengan rasionalisasi, dengan a priori, lewat analisa ide melalui legika-logika.
Sekalipun pengetahuan manusi itu dikembanagkan lebih lanjut lewat pengalaman, tetapi pengalaman bukan sumber pengetahuan. Ia hanya tingkat perdana pengetahuan akali, yang dapat dinyakan dengan alasan, rasionalisme mengangkat banhwa sumber pengetahuan yang sejati adalah akal budi. Descarte mempercayai bahwa rasionalisme merupakan kebenaran sejati, dengan jargon “saya berpikir karena itu saya ada” yang menjadi tandingan skeptissisme yang meragukan kebenaran di dunia.
Dimana posisi Kant ? Kant menyimpulkan bahwa pengetahuan berasal dari pengalaman maupun akal pikiran. Akal pikiran mengatur kesan-kesan yang datang pada manusia dari dunia empiris dalam ketegori waktu, ruang, sebab, akibat, dan sebagainy. Dengan cara demikian, kenyataan distrukturkan oleh akal pikiran. Akal pikiran menghubungkan gejala-gejala sesuai dengan norma-norma yang ada dalam akal pikiran jadi dalam pandangan ini, manusia memberikan hukum-hukum kepada alam. Dunia yang dipahami manusia hanyalah yang diolah dalam pikirannya. Realitas obyektif diketahui hanya sejauh ia menyesuaikan struktur penting akal pikiran.fenomena dirasakan dan bentuk bentuk dasar dari sensibility. Ruang dan waktu membentuk kategori-kategori pemahaman. Kategori-kategori kausalitas dan substansi merupakan sumber-sumber dari segala struktur fenomena.
Kritisisme
Berrbeda dengan empirisme yang mengunakan veriviasi, kant mengecek kebenaran pengetahuan dengan menggunakan asas-asas a priori dari diri subjek . kemudian asas ini diterapkan kepada objek-objek dari dunia luar. Cara berfikir filsafat ini dikenal dengan transendentalisme.dengan kata lain sebuah proyek pengetahuan dikatakan transendentalisme kalau memusatkan diri pada kondisi murni dari dalam diri subyek pengetahuan. Dalam kaitan ini bisa dikatakan Kant pendukung gagasan Sosial idealis tetapi jika dikaji lebih mendalam kant sesungguhnya berada diposisi tengah antara empirisme dan rasionalisme.
Kritisisme Kant merupakan lawan dari dogmatisme, jika dogmatisme begitu sja menerima kemampuan rasio tanpa menguji batas batasnya maka kritisisme menguji lebih dahulu batas-batas rasio sebelum memulai penyelidikan. Dengan begitu dipahami kritisisme dipahami sebagai sebagai pengadilan tentang kesahihan pengatahuan. Dengan kata lain kant lebih condong gagasan filsafat yang menekankan pada proses dan cara, bukannya langsung menyetujui inti persoalan.


SENDYAKALANING MANUSIA SATUDIMENSI

OLEH : RIFQI K. ANAM

Masyarakat Permisif
JANGAN berpikir bahwa bangsa ini telah lepas dari krisis. Jika mulai tahun 1998 kita didera oleh krisis moneter, berlanjut ke krisis ekonomi dan kemudian krisis politik, maka kinipun kita menghadapi krisis yang tak kalah menakutkan, yakni krisis lingkungan. Krisis ini sama-sama sulitnya dengan dua krisis sebelumnya itu. Sama dengan krisis politik dan ekonomi, krisis lingkungan terjadi sebagai akibat perbuatan dan cara pikir kita yang salah dari waktu-waktu kemarin hingga kini.
Krisis lingkungan muncul sebagai beban berat susulan yang menambah lengkaplah kompleks persoalan bangsa ini. Adanya krisis-krisis tersebut memperlihatkan begitu tidak berdayanya bangsa ini menghadapi kompleksitas persoalan. Tidak saja “gagal” mengantisipasi dan mengatasi persoalan ekonomi dan politik yang jelas-jelas disebabkan ulah manusia, tetapi juga gagal mengatasi bencana lingkungan yang disebabkan ulah manusia dan yang benar-benar murni dominasi alam.
Uniknya, kita tidak pernah memprihatinkan something wrong di masyarakat ini. Kita masih terlalu arogan dan tidak mengakui bahwa kita ternyata begitu lemah dan mungkin, sangat bodoh. Buktinya kita cenderung permisif atas persoalan yang datang dan menggampangkan melalui pernyataan yang sering tidak bisa dipertanggungjawabkan. Termasuk, mengkambinghitamkan alam yang tidak mengerti apa-apa.

Antroposentrisme Manusia
Sekalipun banyak kalangan menyebut era sekarang sebagai era teknologi, tetapi nyatanya teknologi “gagal” menyelesaikan sebagian besar persoalan hidup kita. Gagalnya deteksi tsunami di Pantai Utara Jawa, tidak antisipatifnya gempa bumi di Jogja-Jateng dan gagalnya membendung luberan Lumpur Panas di Sidoarjo, menunjukkan gagalnya teknologi berperan dalam kehidupan sosial kita. Tidak jarang, dalam menghadapi bencana kita sudahi dengan melupakan begitu saja, tanpa berpusing-pusing mencari penjelasan atau penyelesaian yang memuaskan. Jangankan untuk antisipasi bencana ke depan, yang telah terjadi saja kita tidak sanggup mengatasi.
Kasus flu burung, misalnya. Menkes dan Mentan menyalahkan alam sebagai sebab. Dengan turunnya musim hujan, virus H5NI mengalami pengembangbiakan dan menyebar kemana-mana. Sementara pemerintah mengkampanyekan “cegah atau lawan flu burung” atau “aman makan daging unggas”, toh korban-korban selalu saja tidak tertolong. Bahkan hingga kini Indonesia merupakan negara yang memiliki angka kematian tertinggi akibat flu burung.
Belum lagi tenggelamnya KM Senopati dan jatuhnya Pesawat AdamAir di perairan Majene, Sulawesi Barat. Sekalipun dipastikan posisi kotak hitam (black box) pesawat AdamAir telah ditemukan, tetapi hingga kini kita tidak sanggup mengambil bagian penting pesawat yang akan banyak menyibak misteri kecelakaan pesawat ini. Akhirnya, baik pemerintah maupun pihak AdamAir menyerah alias tidak meneruskan pencarian ini, mengingat benda ini berada di dasar laut dengan kedalaman 2000 meter. Lagi, kita tidak bisa menjelaskan bencana ini secara bertanggung jawab.
Terkait dengan musibah-musibah tersebut ilmuwan eksakta, rohaniawan, tokoh masyarakat, menteri dan para birokrat tidak bisa menjelaskan ke publik mengapa bencana-bencana itu gagal diantisipasi? Sekalipun kecelakaan kereta api dan pesawat banyak terjadi, selalu saja yang disalahkan alam. Banyak kalangan menuduh bahwa yang harus bertanggung jawab adalah menteri perhubungan. Karena ia memiliki kewenangan dan bisa melakukan langkah-langkah penting untuk antisipasi bencana. Tetapi, yang biasa terjadi pembantu presiden ini mengelak dengan menyatakan bahwa sebab-sebab tersebut di luar kemampuan dirinya (baca : alam). Ia merasa tidak harus bertanggung jawab atas kecelakaan-kecelakaan itu.
Sedangkan, bagi kalangan yang berpendidikan dengan enteng selalu menyalahkan alam. Dari Lumpur panas, tenggelamnya KM Senopati, Kecelakaan AdamAir, termasuk bencana banjir yang terjadi di DKI Jakarta, selalu saja menutupi ketidakberdayaan dengan mengkambinghitamkan pada alam. Fauzi Bowo dalam wawancara dengan salah satu televisi swasta (5/2/2007) menyatakan bahwa banjir di Jakarta dikarenakan alam. Ia nyatakan, kepala daerah atau presiden atau republik manapun tidak akan bisa mengatasi ini karena tidak sanggup mengalahkan alam. Tampak dari pernyataan wakil Gubernur DKI, ini ketidaksanggupan dirinya mengantisipasi terjadinya banjir di Jakarta dengan mengkambinghitamkan alam.

Perubahan paradigma penguasaan
Dari fenomena di atas perlunya perubahan dalam cara berpikir, terutama dikalangan elit, baik elit politik, elit ekonomi maupun elit agama. Pola pikir kalangan elit yang selalu mengkambinghitamkan alam jelas memperlihatkan ketidakprofesionalan dan jelas menunjukan rasa tidak bertanggung jawab kepada publik. Karena taruhan yang begitu besar, maka seharusnya bencana justru merupakan ujian paling nyata bagi kinerja dan kecerdasan elit kita.
Kalau para elit berhasil mengatasi bencana, maka ia layak dipuji publik sebagai orang professional. Bahkan, kalau perlu harus diberi penghargaan. Sebaliknya, kalau di bawah tanggung jawabnya, bencana terus menerus terjadi dengan memakan banyak korban, seharusnya menjadi pelajaran berharga segala permasalahan yang disebabkan ketamakan manusia sehingga melakukan refleksi kritis terhadap apa yang telah terjadi dan yang telah dilakukan, sehingga mengurangi permasalahan yang di sebabkan dominasi manusia atas alam.