Pendahuluan
Perusahaan jika dilihat sebagai entitas social tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat sebagai lingkungan eksternalnya. Ada hubungan resiprokal (timbal balik) antara perusahaan dengan masyarakat. Perusahaan dan masyarakat adalah pasangan hidup yang saling memberi dan membutuhkan. Kontribusi dan harmonisasi keduanya akan menentukan keberhasilan pembangunan bangsa. Dua aspek penting harus diperhatikan agar tercipta kondisi sinergis antara keduanya sehingga keberadaan perusahaan membawa perubahan ke arah perbaikan dan peningkatan taraf hidup masyarakat.
Saat ini CSR tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single bottom line, yaitu nilai perusahaan (corporate value) yang direfleksikan dalam kondisi keuangannya (financial) saja. Tapi tanggung jawab perusahaan harus berpijak pada triple bottom lines. Di sini bottom lines lainnya selain finansial juga ada sosial dan lingkungan, karena kondisi keuangan saja tidak cukup menjamin nilai perusahaan tumbuh secara berkelanjutan (sustainable). Keberlanjutan perusahaan hanya akan terjamin apabila perusahaan memperhatikan dimensi sosial dan lingkungan hidup. Sudah menjadi fakta bagaimana resistensi masyarakat sekitar, di berbagai tempat dan waktu muncul ke permukaan terhadap perusahaan yang dianggap tidak memperhatikan aspek-aspek sosial, ekonomi dan lingkungan hidupnya.
Masyarakat sekarang lebih pintar dalam memilih produk yang akan mereka konsumsi. Sekarang, masyarakat cenderung untuk memilih produk yang diproduksi oleh perusahaan yang peduli terhadap lingkungan dan atau melaksanakan CSR. Banyak manfaat yang diperoleh perusahaan dengan pelaksanan corporate social responsibility, antara lain produk semakin disukai oleh konsumen dan perusahaan diminati investor. Corporate social responsibility dapat digunakan sebagai alat marketing baru bagi perusahaan bila itu dilaksanakan berkelanjutan. Untuk melaksanakan CSR berarti perusahaan akan mengeluarkan sejumlah biaya. Biaya pada akhirnya akan menjadi beban yang mengurangi pendapatan sehingga tingkat profit perusahaan akan turun. Akan tetapi dengan melaksanakan CSR, citra perusahaan akan semakin baik sehingga loyalitas konsumen makin tinggi.
Seiring meningkatnya loyalitas konsumen dalam waktu yang lama, maka penjualan perusahaan akan semakin membaik, dan pada akhirnya dengan pelaksanaan CSR, diharapkan tingkat profitabilitas perusahaan juga meningkat (Satyo, 2005 dalam Sutopoyudo, 2009). Oleh karena itu, CSR berperan penting dalam meningkatkan keunggulan kompetitif dibandingkan pesaingnya.
2.Permasalahan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial
Pengungakapan tanggung jawab social perusahaan menggunakan kerangka legitimasi masyarakat saat ini dapat memunculkan efek kembar, di satu sisi masyarakat makin senang dengan peningkatan upaya pengungkapan CSR di sisi lain dapat melakukan manipulasi atau setidaknya permainan tanda dalam pengungkapan CSR tersebut. Pengungkapan CSR yang sejatinya sangat berperan positif dalam pembentukan citra perusahaan tapi sekali lagi dalam pengungkapannya harus dilihat dalam konteks semiotika, artinya apakah benar informasi (penanda) yang diungkapkan perusahaan lewat internet, televisi (medianya) telah seperti realitas yang diberitakan tersebut (petanda). Apalagi pengungkapan CSR lewat internet, harus dipahami bahwa internet memiliki kemampuan menyebarkan informasi dengan radius yang sangat luas ini artinya potret realitas ayang dipahami udienceterhadap objek sebenarnya telah direduksi oleh potert media terhadap realitasnya, terjadi semacam kontruksi social dimana pemirsa dibuat seolah-olahmelihat potert realitasnpadahal realitas sebenarnya tidak mengetahuhi. Inilah yang kemudian menjadikan permasalahan CSR abad 21 mengenai pengungkapannya disa direduksi dalam hipererealitas CSR oleh internet
Konsep CSR pada umumnya menyatakan bahwa tanggung jawab perusahaan tidak hanya terhadap pemiliknya atau pemegang saham saja tetapi juga terhadap para stakeholder yang terkait dan/atau terkena dampak dari keberadaan perusahaan. Perusahaan yang menjalankan aktivitas CSR akan memperhatikan dampak operasional perusahaan terhadap kondisi sosial dan lingkungan dan berupaya agar dampaknya positif. Sehingga dengan adanya konsep CSR diharapkan kerusakan lingkungan yang terjadi di dunia, mulai dari penggundulan hutan, polusi udara dan air, hingga perubahan iklim dapat dikurangi.
Analisis Pendekatan teori simulasi (Jean Baudillard)
perusahaan yang menerapkan SRD sekalipun harus dilihat dalam konteks skeptic, maksudnya perusahaan bias saja membeli media untuk memberikan gambaran baik mengenai proses CSR yang dilakukan padahal senyatanya hal yang sama bias dilakukan oleh perusahaan lain. Masyarakat yang dibuat melihat (seolah-olah) realitas, menampilkan penanda palsu yang merusak citra sebenarnya.
Dua konsep utama Baudillard adalah simulakra dan simulasi, simulacra siartikan ketika sesuatu meniru, mengkopi, menduplikasi, atau mereproduksi sesuatu yang lain sebagai modelnya(Piliang, 2009: 58). Pengungkapan SRD dapat dinyatakan seperti ini dimanya model atau kenyataan diungkapkan tidak diungkapkan seperti adanya tetapi dibuat seolah-olah nyata.
Perusahaan dengan kemampuan memanipulasi media dinyatakan dalam perusahaan portugis bahwa dengan melakukan SRD akan memiliki daya kompetiti yang lebih besar tetapi pada kenyataan masyarakat dibohongi untuk mempercayai kebenaran beritanya.
Dunia postmodern diyakini sebuah dunia yang ditandai oleh simulasi; kita hidup pada “zaman simulasi” (Baudrillard, 1983: 4). “Keaslian” dan dunia kultural yang cepat lenyap itu membuat Baudrillard melihat adanya implosi ketika pemisahan antara tanda dengan realitas menjadi tidak kentara lagi, sulit memperkirakan hal-hal yang riil dari hal-hal yang menyimulasikan hal-hal riil. Sederhananya ketika ada iklan perusahaan di televisi melakukan program CSR, kita semua percaya karena tempatnya jauh, tapi dalam konteks kritis kita boleh skeptic apakah perusahaan tersebut telah melakukan apa yang telah ditampilkan di televisi. Perbandingan yang sama bagi perusahaan.
Simulacrum ini tidak pernah yang menyembunyikan kebenaran - itu adalah kebenaran yang menyembunyikan bahwa tidak ada. Simulacrum adalah benar. Jika digunakan dalam terminology perusahaan,
Kita juga harus memperhatikan, dalam konteks hiperrealitas Baudillard melihat kekuatan hipersemiotika dan hyper-sign merupakan kekuatan utama kapitalisme saat ini. Dalam wacana kapitalisme ada yang disebut dengan diferensiasi, yakni proses membangun identitas berdasarkan perbedaan, produk dan gaya hidup sehingga memungkinkan manusia masa kini untuk melihat dirinya sendiri sebagai refleksi dari citra-citra yang disebarkan dari komoditi dan tontonan tersebut.
Dalam system perusahaan yang total kapitalis, manusia tidak lagi bertindak sebagai subjek yang mengontrol objek, namun dikontrol oleh system objek-objek yang menyebabkan manusia kehilangan kesadaran sehingga menjadikan menusia mabuk dalam gairah hiper konsumsi, nantinya akumulasi gairah tersebut membentuk budaya konsumerisme dimana produk-produk/komoditi tersebut menjadi satu medium untuk membentuk personalitas, gaya, citra, gaya hidup dan cara diferensiasi status sosial yang pada gilirannya menjadi penopang dunia realitas semu.
Kita bias melihat bahwa kondisi hiper terlihat dalam perusahaan, dimana kemajuan ekonomi lebih banyak digunakan untuk menciptakan kebutuhan semu masyarakat, hal itu dilakukan agar kapitalisme dapat terus berjalan semata, yang pada gilirannya menghasilkan kesejahteraan semu. Lalu kecenderungan hiper ini juga terlihat pada perkembangan teknologi mutakhir (seperti televise dan internet) memungkinkan untuk diciptakannya satu rekayasa realitas dimana kapitalisme memegang kendali terhadap opini publik yang akan digelontorkan.
Sebagai penutup, melihat konsumerisme sebagai logika untuk memenuhi kepuasan hasrat. Melimpahnya barang konsumsi bukan lagi karena kebutuhan masyarakat, namun lebih pada pemuasan nafsu mereka. Dalam pandangan Baudrillard, kapitalisme akhir memanfaatkan mesin hasrat tersebut untuk terus membelenggu masyarakat dalam jerat hipersemiotika.
3.Kesimpulan
Dalam melihat SRD kita harus skeptic terhadap apa yang diberitakan meskipun SRD terlihat, dari perspektif semacam, sebagai salah satustrategi yang digunakan oleh perusahaan untuk mencari penerimaan dan persetujuan kegiatan mereka dari masyarakat. Hal ini dipandang sebagai alat penting dalam strategi-strategi legitimasi perusahaan egies. Hal ini digunakan untuk membangun atau mempertahankan legitimasi-legitimasi dari perusahaan karena dapat mempengaruhi opini publik dan kebijakan publik. Legitimasi Teori menunjukkan bahwa SRD menyediakan cara yang penting untuk berkomunikasi dengan pemangku kepentingan, untuk meyakinkan mereka bahwa perusahaan memenuhi harapan mereka (bahkan ketika perilaku perusahaan yang sebenarnya tetap berbeda dengan beberapa harapan).
SRD juga bias dilihat sebagai upaya peneriaan legitimasi social terhadap perusahaan meskipun terdapat kelemahan di dalamnya. Kita melihat relevansi publik yang kegiatannya adalah kongruen dengan nilai-nilai mereka. Jadi, reputasi dan legitimasi yang dibangun oleh perusahaan harus selalu kita perhatikan relevansinya dengan jenis perusahaannya.
Daftar Pustaka
Piliang, Yasraf Amir, 2009. POSREALITAS, realitas kebudayaan dalam era posmetafisika. Yogjakarta. Jalasutra
Jurnal
Factor Influencing Social Responsbility Disclosure by Portugese Companies. Manuel Castello Branco. Jornal Bisiness Ethics. 2008. Spinger